GELIAT untuk melaksanakan industrialisasi di Kabupaten Banjarnegara akhir-akhir ini mengalami kenaikan yang cukup berarti. Bahkan, beberapa waktu lalu, dilakukan sosialisasi penentuan lokasi industri di Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara.
Tuntutan industrialisasi di Banjarnegara memang wajar, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama mengentaskan kemiskinan sebagian warganya, meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, serta penyerapan tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Kegiatan ini diharapkan dapat memenuhi keinginan masyarakat secara umum, dengan meminimalkan berbagai dampak ikutan yang bersifat negatif.
Sampai saat ini, struktur perekonomian Banjarnegara masih berbasis pada pertanian. Hal ini dapat dilihat dari dominasi sektor pertanian dalam pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) maupun dalam penyerapan tenaga kerja.
Sumber : Suara Merdeka 24 Maret 2008
Struktur ini berbeda dari kondisi Indonesia secara keseluruhan, di mana sektor industri justru memberikan sumbangan terbesar pada PDRB, meski mayoritas tenaga kerja masih berada di sektor pertanian. Artinya, industrialisasi yang umumnya dilakukan di Indonesia bersifat padat modal, berteknologi tinggi, dan tidak menggunakan bahan baku lokal.
Apabila semua stake holder, khususnya Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, hendak mewujudkan industrialisasi, diharapkan dapat mengadopsi berbagai kearifan lokal. Kalau hal tersebut dapat dilakukan, Banjarnegara bisa dijadikan salah satu percontohan industrialisasi berbasis kearifan lokal, yang mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia (tenaga kerja), dan sosial-budaya.
Perlu Dukungan
Salah satu fungsi pemerintah adalah agen pembangunan. Artinya, wajah pembangunan yang terjadi dalam suatu wilayah banyak ditentukan oleh faktor pemerintahan yang ada. Berdasarkan teori kewilayahan yang terkenal dengan Teori Kutub Pertumbuhan dan Teori Tempat Sentral, maka industri yang akan dijalankan perlu dilengkapi dengan sarana-prasarana ekonomi dan sosial yang memadai. Misalnya jalan, air, telepon, listrik, bandara, sarana kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Berbagai lembaga yang terkait dengan rencana industrialisasi pun harus dapat berperan optimal. Berbagai perizinan harus dapat diselesaikan dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa mengurangi kelengkapan data yang diperlukan. Biaya perizinan juga mesti ditekan serendah-rendahnya, dan para investor bisa memetik berbagai keuntungan lainnya.
Untuk menjalankan kegiatan industri (baru), pemerintah daerah perlu menentukan lokasi (desa / kawasan tertentu), berdasarkan kajian ilmiah. Penunjukkan lokasi hendaknya tidak menimbulkan rasa iri atau protes dari daerah lainnya, karena efek eksternalitas positif pasti akan terjadi.
Tanah penduduk maupun tanah milik kas desa yang terpakai tentu harus strategis, namun tidak melanggar kaidah-kaidah sebagai lahan yang subur. Pemakaian tanah tersebut bukan berarti pemiliknya akan semena-mena menaikkan harga yang tidak wajar.
Bahkan, sebaiknya, tidak semua ganti rugi diberikan. Pemilik dapat saja diikutkan dalam penyertaan saham industri. Kalau hal ini bisa dijalankan, maka pembangunan bukan berarti memiskinkan sekelompok orang dan menguntungkan pihak lain, melainkan dapat menguntungkan semua pihak.
Berbasis Kerakyatan
Melihat kondisi setempat dan belajar dari corak industri di Indonesia yang kerap menimbulkan kekisruhan, maka industri yang cocok di Banjarnegara adalah agroindustri berbasis kerakyatan. Industri ini tentu akan menggunakan sumber daya lokal yang kebanyakan berbasis pertanian dan berskala kecil.
Karena mengalami proses pemabrikan, agroindustri dapat memberi nilai tambah terhadap produk-produk pertanian, dibandingkan kalau produk pertanian dijual apa adanya. Yang penting diingat, nilai tambah itu harus dapat dinikmati bersama oleh pengusaha dan petani.
Lalu, jenis agroindustri apa yang cocok diselenggarakan di Banjarnegara? Banyak! Banjarnegara termasuk salah satu daerah sentra produksi salak di Jawa Tengah, sehingga di sana bisa dibangun industri manisan salak atau industri pengolahan salak lainnya.
Banjarnegara juga termasuk ’’gudang’’ kelapa, gula, dan kedelai. Maka, bisa saja dibangun industri kecap dan tahu-tempe. Kemudian pengolahan gula kelapa menjadi gula semut, maupun produk olahan lain yang berasal dari gula.
Agroindustri lain yang bisa direalisasi adalah bioetanol, obat kuat (purwaceng), serta pengolahan jamur. Sebab bahan baku tersedia secara memadai, dan mempunyai kecocokan agroklimat untuk pengembangan.
Kearifan Lokal
Seperti dijelaskan, industrialisasi yang dijalankan hendaknya memperhatikan faktor kearifan lokal sebagai perhatian pembangunan terhadap faktor kelembagaan. Kearifan lokal dalam industrialisasi sudah nampak dalam pemakaian input produksi lokal.
Meski begitu, faktor sosial-budaya juga perlu diperhatikan dalam menunjang kesuksesan pembangunan. Budaya gotong royong secara umum masih baik, sehingga dapat digunakan sebagai modal sosial dalam pembangunan industri.
Pada tahun 1995, penulis melakukan penelitian tentang hubungan antara petani pemilik dan penggarap di Banjarnegara. Ternyata hubungan antara petani pemilik dan penggarap (patron-client) ini merujuk pada prinsip kegotongroyongan, sehingga saling menguntungkan.
Prinsip tersebut akan dijumpai pula dalam pekerjaan lainnya, sehingga hubungan pekerjaan antara atasan dan bawahan bukan berdasarkan eksploitasi, melainkan berdasarkan kepercayaan dan rasa cinta kasih.
Pembangunan yang memerhatikan muatan lokal memiliki dampak yang sangat baik, dalam artian kemajuan material dibarengi dengan tetap teguhnya ikatan kekeluargaan dalam masyarakat. Jika ini dapat dijalankan, maka pembangunan industri akan mempunyai wajah yang ramah dan manusiawi. Dalam hal ini, kemajuan ekonomi dapat terpenuhi, tetapi tatanan sosial masyarakat masih menunjukkan keaslian dan terjaga rapi.
Dengan demikian, pembangunan industri yang dilakukan tidak hanya mengucurkan investasi, yang secara teoritis dapat menaikkan pendapatan dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Tetapi, apalah artinya pembangunan industri apabila sekadar memetik manfaat secara material belaka, sedangkan tatanan sosial kehidupan masyarakat justru mengalami kerusakan. Di sinilah urgensi industrialisasi yang dapat memberi dampak positif secara ekonomi, sosial, dan budaya.
Sumber : Suara Merdeka 24 Maret 2008
Tuntutan industrialisasi di Banjarnegara memang wajar, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama mengentaskan kemiskinan sebagian warganya, meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, serta penyerapan tenaga kerja sebanyak-banyaknya. Kegiatan ini diharapkan dapat memenuhi keinginan masyarakat secara umum, dengan meminimalkan berbagai dampak ikutan yang bersifat negatif.
Sampai saat ini, struktur perekonomian Banjarnegara masih berbasis pada pertanian. Hal ini dapat dilihat dari dominasi sektor pertanian dalam pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB) maupun dalam penyerapan tenaga kerja.
Sumber : Suara Merdeka 24 Maret 2008
Struktur ini berbeda dari kondisi Indonesia secara keseluruhan, di mana sektor industri justru memberikan sumbangan terbesar pada PDRB, meski mayoritas tenaga kerja masih berada di sektor pertanian. Artinya, industrialisasi yang umumnya dilakukan di Indonesia bersifat padat modal, berteknologi tinggi, dan tidak menggunakan bahan baku lokal.
Apabila semua stake holder, khususnya Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, hendak mewujudkan industrialisasi, diharapkan dapat mengadopsi berbagai kearifan lokal. Kalau hal tersebut dapat dilakukan, Banjarnegara bisa dijadikan salah satu percontohan industrialisasi berbasis kearifan lokal, yang mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia (tenaga kerja), dan sosial-budaya.
Perlu Dukungan
Salah satu fungsi pemerintah adalah agen pembangunan. Artinya, wajah pembangunan yang terjadi dalam suatu wilayah banyak ditentukan oleh faktor pemerintahan yang ada. Berdasarkan teori kewilayahan yang terkenal dengan Teori Kutub Pertumbuhan dan Teori Tempat Sentral, maka industri yang akan dijalankan perlu dilengkapi dengan sarana-prasarana ekonomi dan sosial yang memadai. Misalnya jalan, air, telepon, listrik, bandara, sarana kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Berbagai lembaga yang terkait dengan rencana industrialisasi pun harus dapat berperan optimal. Berbagai perizinan harus dapat diselesaikan dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa mengurangi kelengkapan data yang diperlukan. Biaya perizinan juga mesti ditekan serendah-rendahnya, dan para investor bisa memetik berbagai keuntungan lainnya.
Untuk menjalankan kegiatan industri (baru), pemerintah daerah perlu menentukan lokasi (desa / kawasan tertentu), berdasarkan kajian ilmiah. Penunjukkan lokasi hendaknya tidak menimbulkan rasa iri atau protes dari daerah lainnya, karena efek eksternalitas positif pasti akan terjadi.
Tanah penduduk maupun tanah milik kas desa yang terpakai tentu harus strategis, namun tidak melanggar kaidah-kaidah sebagai lahan yang subur. Pemakaian tanah tersebut bukan berarti pemiliknya akan semena-mena menaikkan harga yang tidak wajar.
Bahkan, sebaiknya, tidak semua ganti rugi diberikan. Pemilik dapat saja diikutkan dalam penyertaan saham industri. Kalau hal ini bisa dijalankan, maka pembangunan bukan berarti memiskinkan sekelompok orang dan menguntungkan pihak lain, melainkan dapat menguntungkan semua pihak.
Berbasis Kerakyatan
Melihat kondisi setempat dan belajar dari corak industri di Indonesia yang kerap menimbulkan kekisruhan, maka industri yang cocok di Banjarnegara adalah agroindustri berbasis kerakyatan. Industri ini tentu akan menggunakan sumber daya lokal yang kebanyakan berbasis pertanian dan berskala kecil.
Karena mengalami proses pemabrikan, agroindustri dapat memberi nilai tambah terhadap produk-produk pertanian, dibandingkan kalau produk pertanian dijual apa adanya. Yang penting diingat, nilai tambah itu harus dapat dinikmati bersama oleh pengusaha dan petani.
Lalu, jenis agroindustri apa yang cocok diselenggarakan di Banjarnegara? Banyak! Banjarnegara termasuk salah satu daerah sentra produksi salak di Jawa Tengah, sehingga di sana bisa dibangun industri manisan salak atau industri pengolahan salak lainnya.
Banjarnegara juga termasuk ’’gudang’’ kelapa, gula, dan kedelai. Maka, bisa saja dibangun industri kecap dan tahu-tempe. Kemudian pengolahan gula kelapa menjadi gula semut, maupun produk olahan lain yang berasal dari gula.
Agroindustri lain yang bisa direalisasi adalah bioetanol, obat kuat (purwaceng), serta pengolahan jamur. Sebab bahan baku tersedia secara memadai, dan mempunyai kecocokan agroklimat untuk pengembangan.
Kearifan Lokal
Seperti dijelaskan, industrialisasi yang dijalankan hendaknya memperhatikan faktor kearifan lokal sebagai perhatian pembangunan terhadap faktor kelembagaan. Kearifan lokal dalam industrialisasi sudah nampak dalam pemakaian input produksi lokal.
Meski begitu, faktor sosial-budaya juga perlu diperhatikan dalam menunjang kesuksesan pembangunan. Budaya gotong royong secara umum masih baik, sehingga dapat digunakan sebagai modal sosial dalam pembangunan industri.
Pada tahun 1995, penulis melakukan penelitian tentang hubungan antara petani pemilik dan penggarap di Banjarnegara. Ternyata hubungan antara petani pemilik dan penggarap (patron-client) ini merujuk pada prinsip kegotongroyongan, sehingga saling menguntungkan.
Prinsip tersebut akan dijumpai pula dalam pekerjaan lainnya, sehingga hubungan pekerjaan antara atasan dan bawahan bukan berdasarkan eksploitasi, melainkan berdasarkan kepercayaan dan rasa cinta kasih.
Pembangunan yang memerhatikan muatan lokal memiliki dampak yang sangat baik, dalam artian kemajuan material dibarengi dengan tetap teguhnya ikatan kekeluargaan dalam masyarakat. Jika ini dapat dijalankan, maka pembangunan industri akan mempunyai wajah yang ramah dan manusiawi. Dalam hal ini, kemajuan ekonomi dapat terpenuhi, tetapi tatanan sosial masyarakat masih menunjukkan keaslian dan terjaga rapi.
Dengan demikian, pembangunan industri yang dilakukan tidak hanya mengucurkan investasi, yang secara teoritis dapat menaikkan pendapatan dan berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Tetapi, apalah artinya pembangunan industri apabila sekadar memetik manfaat secara material belaka, sedangkan tatanan sosial kehidupan masyarakat justru mengalami kerusakan. Di sinilah urgensi industrialisasi yang dapat memberi dampak positif secara ekonomi, sosial, dan budaya.
Sumber : Suara Merdeka 24 Maret 2008
0 komentar :
Posting Komentar