Membicarakan Target Millenium Development Goals (MDGs) sepertinya kita agak ketar-ketir. Setelah adanya kekhawatiran target di tahun 2015 sulit tercapai karena rendahnya komitmen pemerintah daerah, angka kematian ibu juga diprediksikan sulit tercapai targetnya. Target Millenium Developments Goals (MDGs) yang menetapkan angka kematian ibu 102/100.000 ibu melahirkan pada tahun 2015, dinilai beberapa kalangan akan sulit dicapai.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, Arum Atmawikarta, pada acara Orientasi Tujuan Pembangunan MDGs bagi wartawan di Hotel Santika Jakarta, Kamis (25/3), mengatakan, target menurunkan angka kematian ibu (AKI) dari 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 akan sulit tercapai.
“Perlu ada upaya yang lebih giat lagi untuk menangani angka kematian ibu. Saat ini 30 persen desa tidak punya bidan, padahal dokter/bidan berperan sangat penting dalam keberhasilan persalinan,” katanya.
Masih menurut Arum, meskipun pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat, namun masih memerlukan perhatian yang khusus, di antaranya dalam penyediaan tenaga kesehatan. Menurutnya, persebaran tenaga kesehatan saat ini belum merata, terutama di daerah tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan dan kepulauan.
Selain itu, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bervariasi antar-provinsi dengan cakupan pertolongan persalinan di bawah angka rata-rata nasional, yakni di Lampung, Jambi, NTB, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Barat.
Dijelaskannya, 15-30 persen penyebab tingginya AKI adalah pada aborsi yang tidak aman, kurang memadainya pelayanan kesehatan rujukan, rendahnya jaminan pembiayan untuk akses ke pelayanan kesehatan bagi masyarakat, serta rendahnya kualitas dan kemampuan tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan.
Sementara itu, Direktur Penelitian Women Research Institute, Edriana Noerdin, pada diskusi dan peluncuran buku "Target MDGs Menurunkan Angka Kematian Ibu Tahun 2015 Sulit Dicapai” di Jakarta, Rabu (24/3) lalu mengatakan, angka AKI sampai tahun 2015 masih akan berkisar pada 163/100.000 kelahiran hidup.
Ia menyebutkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia dan Thailand yang angka AKI nya masing-masing antara 30 hinga 24 per 100.000 kelahiran hidup. Dikemukakannya, sulitnya tempat persalinan yang memadai, menyebabkan ibu melahirkan meninggal bukan karena mengalami pendarahan dan eklamsia, tapi karena tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan dan persalinan yang berkualitas.
“Ada tiga hal yang membuat ibu meninggal saat melahirkan, yakni terlambat dalam mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas eksehatan, dan terlambat mendapatkan pelayanan,” ujarnya.
Ketiga jenis keterlambatan yang membuat ibu meninggal tersebut, katanya menambahkan, terkait erat dengan berbagai faktor, salah satunya karena sebagian besar ibu, yakni 59 persen, terutama di daerah perdesaan, melahirkan di rumah.
“Dari kasus tingginya AKI di 31 kecamatan se NTB ditemukan 95,7 persen persalinan dilakukan di rumah, dan 85 persen di antaranya ditolong oleh dukun, 32 persen ditolong oleh dukun tidak terlatih, dan hanya 2,6 persen saja persalinan yang dilakukan di rumah sakit,” katanya.
Menurutnya, beberapa penyebab itu merupakan hal yang bisa dicegah jika ada sarana dan prasarana bersalin yang memadai. Saat ini, penduduk miskin, terutama kaum ibu dan perempuan, mengalami kesulitan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Sumber : www.tnp2k.org
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, Arum Atmawikarta, pada acara Orientasi Tujuan Pembangunan MDGs bagi wartawan di Hotel Santika Jakarta, Kamis (25/3), mengatakan, target menurunkan angka kematian ibu (AKI) dari 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 akan sulit tercapai.
“Perlu ada upaya yang lebih giat lagi untuk menangani angka kematian ibu. Saat ini 30 persen desa tidak punya bidan, padahal dokter/bidan berperan sangat penting dalam keberhasilan persalinan,” katanya.
Masih menurut Arum, meskipun pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat, namun masih memerlukan perhatian yang khusus, di antaranya dalam penyediaan tenaga kesehatan. Menurutnya, persebaran tenaga kesehatan saat ini belum merata, terutama di daerah tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan dan kepulauan.
Selain itu, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bervariasi antar-provinsi dengan cakupan pertolongan persalinan di bawah angka rata-rata nasional, yakni di Lampung, Jambi, NTB, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Barat.
Dijelaskannya, 15-30 persen penyebab tingginya AKI adalah pada aborsi yang tidak aman, kurang memadainya pelayanan kesehatan rujukan, rendahnya jaminan pembiayan untuk akses ke pelayanan kesehatan bagi masyarakat, serta rendahnya kualitas dan kemampuan tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan.
Sementara itu, Direktur Penelitian Women Research Institute, Edriana Noerdin, pada diskusi dan peluncuran buku "Target MDGs Menurunkan Angka Kematian Ibu Tahun 2015 Sulit Dicapai” di Jakarta, Rabu (24/3) lalu mengatakan, angka AKI sampai tahun 2015 masih akan berkisar pada 163/100.000 kelahiran hidup.
Ia menyebutkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia dan Thailand yang angka AKI nya masing-masing antara 30 hinga 24 per 100.000 kelahiran hidup. Dikemukakannya, sulitnya tempat persalinan yang memadai, menyebabkan ibu melahirkan meninggal bukan karena mengalami pendarahan dan eklamsia, tapi karena tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan dan persalinan yang berkualitas.
“Ada tiga hal yang membuat ibu meninggal saat melahirkan, yakni terlambat dalam mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas eksehatan, dan terlambat mendapatkan pelayanan,” ujarnya.
Ketiga jenis keterlambatan yang membuat ibu meninggal tersebut, katanya menambahkan, terkait erat dengan berbagai faktor, salah satunya karena sebagian besar ibu, yakni 59 persen, terutama di daerah perdesaan, melahirkan di rumah.
“Dari kasus tingginya AKI di 31 kecamatan se NTB ditemukan 95,7 persen persalinan dilakukan di rumah, dan 85 persen di antaranya ditolong oleh dukun, 32 persen ditolong oleh dukun tidak terlatih, dan hanya 2,6 persen saja persalinan yang dilakukan di rumah sakit,” katanya.
Menurutnya, beberapa penyebab itu merupakan hal yang bisa dicegah jika ada sarana dan prasarana bersalin yang memadai. Saat ini, penduduk miskin, terutama kaum ibu dan perempuan, mengalami kesulitan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Sumber : www.tnp2k.org
0 komentar :
Posting Komentar