Jumat, 26 Maret 2010

Membangun Museum Kemiskinan

Langit malam Istana Merdeka 21 oktober 2009, menjadi saksi bisu fase baru yang akan dilalui Indonesia lima tahun ke depan. Malam itu Presiden SBY mengumumkan 34 menteri yang bakal duduk dalam kabinet Indonesia Bersatu II pemerintahan Indonesia 2009-2014.

Pagi hari esoknya, mereka dilantik sebagai bagian dari prosesi pemberian mandat untuk segera bekerja membangun. Mereka wajib untuk menjunjung amanah dan mandat yang diberikan oleh rakyat. Bagi kita seluruh rakyat Indonesia, lebih tepat sebenarnya jika tidak terlebih dahulu banyak berbicara dan bersuara. Para menteri yang dipilih sesuai pos masing-masing baru saja menjalankan fase baru pemerintahan Indonesia. Sikap terbaik adalah memberi kesempatan bagi mereka untuk berkarya. Ukuran sudahlah ditetapkan, yaitu 100 hari dan paling lambat satu tahun pertama.

Memang, pada hakikatnya tak ada kata menunggu bagi rakyat. Karena buat rakyat, tak akan pernah ada kata sejenak. Sejenak bagi mereka adalah pertaruhan besar atas hidupnya. Terlebih rakyat miskin Indonesia. Sejenak saja keberpihakan untuk mereka hilang, maka sama saja dengan sengaja mendatangkan kematian. Namun, menganggap mereka adalah sekumpulan pecundang sebelum pertarungan dilangsungkan, sama saja menabrak takdir. Jadi, satu-satunya hal yang pantas kita amanatkan pada mereka adalah harapan besar perbaikan bangsa Indonesia.

Dari sekian banyaknya amanah yang akan mereka emban, satu hal yang sampai saat ini masih menjadi benang kusut kemajuan bangsa adalah persoalan kemiskinan. 1 Juli 2009 kemarin BPS baru saja mengumumkan bahwa kemiskinan di Indonesia masih bertahan di angka 32,5 juta jiwa (14,15% penduduk). Oleh karena itu, harapan besar sudah pasti diamanatkan pada pundak kabinet Indonesia Bersatu Kedua untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut.

Maka, saya menyarankan kepada pemerintah KIB II, setidaknya ada 4 program aksi yang seharusnya dijadikan prioritas untuk memberangus kemiskinan Indonesia. Pertama, menciptakan Program Permodalan dan Pembinaan Kewirausahaan. Program ini merupakan upaya alternatif yang menggabungkan sektor modal dan pembinaan kewirausahaan bagi rakyat miskin. Dengan memberikan kemudahan akses permodalan sekaligus pembinaan usaha bagi rakyat miskin, maka program ini harapannya akan dapat mengentaskan kemiskinan langsung dari akar permasalahannya. Selain itu, program pengembangan dan eksplorasi diri dalam program ini juga akan dapat menciptakan masyarakat mandiri yang mampu mengupayakan kesejahteraannya sendiri.

Aksi kedua, ialah Fokus Pemerintah Dalam Pengalokasian Anggaran Anti Kemiskinan. Saat ini, anggaran anti kemiskinan ditebar pada 51 program yang tersebar hampir di semua departemen/lembaga. Akibatnya, terjadi tumpang-tindih, bahkan repetisi program yang ujung-ujungnya penghamburan anggaran. Akan lebih baik jika penanggulangan kemiskinan dikumpulkan dalam satu lembaga sehingga pelaksanaan program lebih bermanfaat, efektif, dan efisien, sehingga ke depan upaya anti kemiskinan tidak akan kembali gagal seperti yang sudah-sudah (Khudori, 2009).

Aksi ketiga, memastikan Keberlanjutan Program Anti Lemiskinan. Sebuah ironi ketika masing-masing rezim pemerintahan selalu menyalahkan dan membuang begitu saja kebijakan yang dimiliki pemerintahan sebelumnya. Selama ini sepertinya belum ada sebuah rencana strategis jangka panjang (blueprint) yang dapat berjalan dengan sustainable dan berhasil dengan baik. Kebanyakan proyek berlangsung hanya dalam satu periode pemerintahan saja.

Aksi keempat, ialah Perbaikan Desain Data dan Informasi Kemiskinan. Faktor yang selama ini mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah proses pendataan yang tidak akurat. Data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan program penanggulangan kemiskinan, baik di tingkat nasional, tingkat kabupaten/ kota, maupun di tingkat komunitas. Bahkan dalam era otonomi daerah, pemerintah dengan dibantu para peneliti seharusnya dapat mengembangkan sendiri sistem pemantauan kemiskinan di daerahnya sendiri. Para peneliti tersebut tidak hanya dibatasi pada disiplin ilmu ekonomi, tetapi juga disiplin ilmu sosiologi, ilmu antropologi, dan lainnya.

Dengan keempat program aksi di atas, besar harapan kita semua agar pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia dapat berkonsentrasi dan berkomitmen dalam usaha pemberantasan kemiskinan. Sangat mungkin menghapus kemiskinan karena kemiskinan bukan sifat alamiah manusia – kemiskinan dipaksakan pada mereka (M Yunus).

Seperti yang dikatakan oleh Syafii Ma’arif, “Orang miskin haruslah bersifat sementara, mereka tidak boleh dan tidak layak berlama-lama berkubang dalam kemiskinan dan kelemahan.”

Mari semua elemen manusia Indonesia mengabdikan diri untuk mengakhirinya, dan menaruh kemiskinan dalam museum untuk selamanya!

Sumber: www.kabarindonesia.com 29 Oktober 2009

0 komentar :

Posting Komentar