Sabtu, 27 Maret 2010

Peta Banjarnegara

Millenium Development Goals (MDGs): Menuju Indonesia 2015


Millenium Development Goals (MDGs): Menuju Indonesia 2015
Kategori : Buku
Lokasi : Perpustakaan AMPL
Pengarang :
Tahun Terbit : 2007
Penerbit : Jakarta, Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan bekerjasama dengan Plan Indonesia, 2007, 17 hal
Klasifikasi : 307.14 KEL m
Kata Kunci : booklet, MDGs-tujuan
Abstrak :

MDGs merupakan target kuantitatif dan terjadual dalam upaya penanggulangan kemiskinan global serta dimensi kemiskinan lainnya seperti; kelaparan, penyakit, penyediaan infrastruktur dasar (perumahan dan permukiman) serta mempromosikan persamaan gender, pendidikan, dan lingkungan berkelanjutan. MDGs juga merupakan upaya pemenuhan hak asasi manusia seperti yang tercantum dalamDeklarasi Millenium PBB. Media ini ditujukan kepada para pengambil keputusan untuk memahami isu-isu apa yang sedang berkembang sekaligus memahamkan bahwa tujuan MDGs merupakan kerangka praktis namun berbobot untuk mengukur pembangunan yang diupayakan di tiap daerah. Selain itu, juga kalangan intelektual/akademisi serta masyarakat umum yang ingin memahami isu-isu MDGs.

Daftar Isi:

Apa Itu Millenium Development Goals (MDGs)
Tujuan Satu. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrim
Tujuan Dua. Mewujudkan Pendidikan Dasar untuk Semua
Tujuan Tiga. Mendorong Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan
Tujuan Empat. Menurunkan Angka Kematian Anak
Tujuan Lima. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Tujuan Enam. Memerangi HIV dan AIDS, Malaria serta Penyakit Lainnya
Tujuan Tujuh. Memastikan Kelestarian Hidup
Tujuan Delapan. Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan Langkah untuk Mencapai Referensi

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN MDGs DI INDONESIA


-->
Mencapai pendidikan dasar untuk semua merupakan tujuan kedua dari MDGs. Tujuan ini memiliki target untuk menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar (primary schooling). Penilaian terhadap pencapaian tujuan kedua dari MDGs didasarkan atas empat indikator yaitu, angka partisipasi sekolah (APS), angka melek huruf, rata-rata lama studi dan rasio murid laki-laki dan perempuan. Pencapaian Indonesia dalam APS telah mencapai hasil yang baik, yaitu diatas 90%. Begitu juga dengan pencapaian angka melek huruf telah mampu mencapai angka diatas 90%. Akan tetapi jika dilihat dari angka rata-rata lamanya studi, maka tercapainya tujuan MDGs yang kedua ini agaknya masih perlu perjuangan yang panjang. Tulisan ini berisi empat bagian utama. Bagian pertama mengemukakan pentingnya program MDGs terutama yang berkaitan dengan pendidikan sebagai hak dasar setiap warga negara. Bagian kedua memaparkan beberapa program Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pendidikan dasar untuk semua. Bagian ketiga adalah kajian tentang pencapaian program pendidikan di Indonesia. Bagian terakhir dari tulisan ini berupa kesimpulan dan rekomendasi.

Selengkapnya, download disini

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

  • Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
  • Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang.
  • Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.
  • Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2009, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57 persen.
  • Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.
  • Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.


1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 1996-2008

Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2008 berfluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1, Gambar 1, dan Gambar 2). Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999.

Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama.
Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.

Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang.

Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.

Terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan pada periode Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta (16,58 persen) pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta (15,42 persen) pada tahun 2008.

Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah, 1996-2008
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Indonesia Menurut Daerah  Tahun 1996-2008


Persentase Kemiskinan di Perkotaan dan Perdesaan Menurut Tahun

Gambar 2

2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.

Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang (Tabel 2).

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada periode Maret 2008 – Maret 2009, perubahan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 0,93 persen, dan di perdesaan mencapai 0,58 persen.

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-Maret 2009 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:

  1. Selama periode Maret 2008-Maret 2009 inflasi umum relatif stabil (Maret 2008 terhadap Maret 2009 sebesar 7,92 persen)
  2. Rata-rata harga beras nasional (yang merupakan komoditi paling penting bagi penduduk miskin) selama periode Maret 2008-Maret 2009 pertumbuhannya lebih rendah (7,80 persen) dari laju inflasi.
  3. Rata-rata upah riil harian buruh tani (70 persen penduduk miskin perdesaan bekerja di sektor pertanian) naik 13,22 persen dan rata-rata upah riil buruh bangunan harian naik sebesar 10,61 persen selama periode Maret 2008-Maret 2009.
  4. Selama Subround I (Januari-April) 2009 terjadi panen raya. Produksi padi Subround I 2009 mencapai 29,49 juta ton GKG (hasil Angka Ramalan II 2009), naik sekitar 4,87 persen dari produksi padi Subround I 2008 yang sebesar 28,12 juta ton GKG.
  5. Pada umumnya penduduk miskin bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan dan perikanan (nelayan). NTP di kedua subsektor tersebut selama periode April 2008-Maret 2009 mengalami kenaikan yaitu naik sebesar 0,88 persen untuk subsektor tanaman pangan dan naik sebesar 5,27 persen untuk subsektor perikanan (nelayan). Di subsektor tanaman pangan indeks harga jual petani (It) naik sebesar 10,95 persen, sementara indeks harga beli petani (Ib) naik 9,98 persen. Di subsektor perikanan indeks jual petani (It) naik sebesar 15,47 persen sementara indeks beli petani (Ib) hanya naik sebesar 9,70 persen.
  6. Pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan I tahun 2009 (angka sangat­sangat sementara) meningkat sebesar 5,84 persen terhadap triwulan I tahun 2008 (angkasangat sementara).

Tabel 2

3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Selama Maret 2008-Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,07 persen, tetapi pada Bulan Maret 2009, peranannya hanya turun sedikit menjadi 73,57 persen.

Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada Bulan Maret 2008, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 28,06 persen di perdesaan dan 38,97 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula pasir (3,10 persen di perkotaan; 4,18 persen di perdesaan), telur (3,38 persen di perkotaan; 2,43 persen di perdesaan), mie instan (3,39 persen di perkotaan; 2,82 persen di perdesaan), tempe (2,56 persen di perkotaan; 2,14 persen di perdesaan), dan tahu (2,27 persen di perkotaan; 1,65 persen di perdesaan).

Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 5,28 persen di perdesaan dan 7,38 persen di perkotaan. Biaya untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 3,07 persen, 2,72 persen dan 2,65 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen).

Pola yang serupa juga terlihat pada Bulan Maret 2009. Pengeluaran untuk beras masih memberi sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan, yaitu 25,06 persen di perkotaan dan 34,67 persen di perdesaan. Beberapa barang-barang kebutuhan pokok lainnya masih berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan, seperti gula pasir (2,83 persen di perkotaan; 3,72 di perdesaan), telur (3,61 persen di perkotaan; 2,68 di perdesaan), mie instan (3,21 persen di perkotaan; 2,70 di perdesaan), tempe (2,47 di perkotaan; 2,09 di perdesaan), dan tahu (2,24 persen di perkotaan; 1,60 persen di perdesaan).

Sumbangan komoditi bukan makanan di perdesaan lebih kecil dibanding di perkotaan. Sumbangan komoditi bukan makanan terhadap Garis Kemiskinan terbesar adalah pengeluaran untuk rumah, yaitu 7,58 persen di perkotaan dan 5,73 persen di perdesaan. Pengeluaran listrik di perkotaan memberi sumbangan lebih besar kepada Garis Kemiskinan yang mencapai 3,08 persen, sedangkan perdesaan hanya 1,81 persen. Sumbangan komoditi lain terhadap Garis Kemiskinan adalah angkutan 2,85 persen di perkotaan dan 1,34 persen di perdesaan, dan minyak tanah menyumbang sebesar 1,73 persen di perkotaan dan 0,70 persen di perdesaan.

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,77 pada keadaan Maret 2008 menjadi 2,50 pada keadaan Maret 2009. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,76 menjadi 0,68 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.


Tabel 3


Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan Maret 2009, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,91 sementara di daerah perdesaan mencapai 3,05. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,52 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,82. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada di daerah perkotaan.

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

  1. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
  2. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata­rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
  3. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
  4. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
  5. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2009 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2009. Jumlah sampel sebesar 68.000 RT dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.


Tabel 4

Sumber : www.tnp2k.org

Jumat, 26 Maret 2010

PERATURAN TERKAIT DENGAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

  1. PERPRES NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Download
  2. KEPUTUSAN MENKO KESRA NOMOR: 19/KEP/MENKO/KESRA/VII/2009 TENTANG PEDOMAN UMUM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Download
  3. PERPRES NOMER 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PDF) Download
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang INDEKS FISKAL DAN KEMISKINAN DAERAH DALAM RANGKA PERENCANAAN
    PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN TAHUN ANGGARAN 2011 . Download
Sumber : www.tnp2k.org

Berkat PNPM Mandiri, Angka Kemiskinan Turun 7,49 Persen

PNPM Mandiri secara nyata berdampak positip bagi perkembangan ekonomi masyarakat. Kegiatan PNPM Mandiri dan kegiatan pendukung Pengentasan Kemiskinan yang dijalankan di Jawa Tengah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 7,49%.
Hal tersebut diungkapan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Jawa Tengah, Ir. H. Muhammad Tamzil, MT saat memberikan laporan dalam acara kunjungan Wakil Presiden Boediono ke lokasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Tlogosari Kulon, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/2).

Tamzil mengakui bahwa dengan adanya kegiatan PNPM Mandiri dan dan kegiatan pendukung Pengentasan Kemiskinan lainnya yang dilaksanakan di wilayah Jawa tengah selama tahun 2008 hingga 2009, telah mampu menurunkan penduduk miskin yang ada sebesar 7,49%. Di Jawa Tengah program kemiskinan sudah diakses oleh 11.839.660 jiwa dari 300.589.724 KK Miskin yang disalurkan melalui 78.721 KSM.

“Berkat PNPM Mandiri dan program penanggulangan kemiskinan yang ada. Penduduk miskin bisa diturunkan sebesar 7,49 persen,” ungkapnya.

Selain itu, program-program tersebut juga memberikan manfaat bagi perkembangan usaha kecil masyarakat sehingga mampu menyerap angkatan kerja yang ada. Manfaat lain yang tak kalah penting adalah tumbuhnya kesadaran kritis dan partisipasi masyarakat ditandai dengan besarnya dana swadaya masyarakat, besarnya keterlibatan masyarakat dalam bentuk relawan.

“Kesadaran dan partisipasi masyarakat huga semakin meningkat terhadap program yang dijalankan, karena sesui dengan kebutuhan yang diharapkan mereka. Sehingga mereka rela untuk menyediakan dana swadaya,” tambah Tamzil.

Dampak positif bagi berkembangnya perekonomian masyarakat tersebut, terang Tamzil, semakin baik dengan dukungan pemerintah menetapkan kebijakan KUR yang sangat membantu permodalan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Realisasi KUR di Jateng sendiri dilaksanakan oleh 6 Bank Pelaksana, BNI, BRI, BTN, Bank Mandiri, Bank Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. Penerima program ini hingga Desember lalu mencapai 474.188 debitur dengan total nila sebesar Rp. 2.428.009.836.470,- .

Lebih Kanjut, Tamzil, mengungkapkan bahwa ingá 2009 semua wilayah kabupaten. Kota di Jawa Tengah telah telah merasakan program PNPM Mandiri dengan alokasi dana sebesar 2,5 triliun yang melipiti dana APBN sebesar 1,7 trilyun, dana APBD sebesar 485 M, dan swadaya masyarakat sebesar 310 M. PNPM Mandiri Perkotaan telah dijalankan di 35 Kab/Kota, 127 Kecamatan dan 2004 Desa/Kel, dengan dana sebesar 974 M rupiah. Sedangkan PNPM Mandiri Perdesan yang telah memfasilitasi 29 Kab, 403 Kec dan 6154 Desa, dengan dana sebesar 1,6 trilyun.

Untuk tahun 2010, tambahnya, telah ditetapkan aokasi Anggaran BLM PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan Prop Jateng dengan total anggaran sebesar 1,1 triliun yang dialokasikan untuk PNPM Perkotaan 512M dan PNPM Perdesaan 942M.

Di samping itu untuk pengentasan Kemiskinan terdapat kegiatan penunjang yang memperkuat pelaksanaan PNPM Mandiri di Jawa Tengah antara lain pertama, kegiatan Program Pengembangan Permukiman Berbasis Komunitas yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat hidup secara harmonis dan lingkungan hunian yang aman, sehat, tertib, selaras, produktif, berjatidiri dan berkelanjutan.

Kedua, Replikasi P2KP, lokasi ini dimulai dari thn 2007 dan 2008 menjadi lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan. Sehingga keberadaannya sampai sekarang masih berjalan dalam pengendalian pendampingan PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan.

“Selain itu ada juga Penanggulangan Kemiskinan Terpadu yaitu disingkat dengan PAKET serta Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi berbasis Masyarakat atau SANIMAS serta program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan,” ujarnya.

Di samping itu, masih ada program yang merupakan program khas Jawa tengah yaitu program Balik Ndeso Bangun Ndeso. Program ini berorientasi pada pembangunan desa yang telah dicanangkan oleh Gubernur Jateng sejak tahun 2008.

“Salah satu program yang saat ini sedang berjalan adalah menargetkan peningkatan status dari 1776 Desa berkembang menjadi Desa Mandiri,” tegasnya.

Meski diakui Tamzil, program PNPM Mandiri sangat ampuh mengurangi angka kemiskinan namun dalam pelaksanaanya juga kerap kali menghadapi kendala. Salah satunya pembiayaan sharing dari APBD masih terasa berat bagi sebagian besar Pemerintah Daerah.

Masalah lain yang juga muncul mengenai pencairan dana yang kadang-kadang tidak sesuai antara APBN dan APBD terkait dengan kesiapan dan keterkaitan termasuk juga kerangka waktu dan skema yang berbeda anatara APBN dan APBD sehingga berpengaruh terhadap kegiatan di lapangan. (*)

Sumber: www.tnp2k.org

Target AKI MDGs 2015 Diprediksikan Sulit Dicapai

Membicarakan Target Millenium Development Goals (MDGs) sepertinya kita agak ketar-ketir. Setelah adanya kekhawatiran target di tahun 2015 sulit tercapai karena rendahnya komitmen pemerintah daerah, angka kematian ibu juga diprediksikan sulit tercapai targetnya. Target Millenium Developments Goals (MDGs) yang menetapkan angka kematian ibu 102/100.000 ibu melahirkan pada tahun 2015, dinilai beberapa kalangan akan sulit dicapai.

Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, Arum Atmawikarta, pada acara Orientasi Tujuan Pembangunan MDGs bagi wartawan di Hotel Santika Jakarta, Kamis (25/3), mengatakan, target menurunkan angka kematian ibu (AKI) dari 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 akan sulit tercapai.

“Perlu ada upaya yang lebih giat lagi untuk menangani angka kematian ibu. Saat ini 30 persen desa tidak punya bidan, padahal dokter/bidan berperan sangat penting dalam keberhasilan persalinan,” katanya.

Masih menurut Arum, meskipun pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat, namun masih memerlukan perhatian yang khusus, di antaranya dalam penyediaan tenaga kesehatan. Menurutnya, persebaran tenaga kesehatan saat ini belum merata, terutama di daerah tertinggal, terpencil, kawasan perbatasan dan kepulauan.

Selain itu, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan bervariasi antar-provinsi dengan cakupan pertolongan persalinan di bawah angka rata-rata nasional, yakni di Lampung, Jambi, NTB, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, NTT, Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Barat.

Dijelaskannya, 15-30 persen penyebab tingginya AKI adalah pada aborsi yang tidak aman, kurang memadainya pelayanan kesehatan rujukan, rendahnya jaminan pembiayan untuk akses ke pelayanan kesehatan bagi masyarakat, serta rendahnya kualitas dan kemampuan tenaga kesehatan di unit pelayanan kesehatan.

Sementara itu, Direktur Penelitian Women Research Institute, Edriana Noerdin, pada diskusi dan peluncuran buku "Target MDGs Menurunkan Angka Kematian Ibu Tahun 2015 Sulit Dicapai” di Jakarta, Rabu (24/3) lalu mengatakan, angka AKI sampai tahun 2015 masih akan berkisar pada 163/100.000 kelahiran hidup.

Ia menyebutkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dari Malaysia dan Thailand yang angka AKI nya masing-masing antara 30 hinga 24 per 100.000 kelahiran hidup. Dikemukakannya, sulitnya tempat persalinan yang memadai, menyebabkan ibu melahirkan meninggal bukan karena mengalami pendarahan dan eklamsia, tapi karena tidak memiliki akses ke pelayanan kesehatan dan persalinan yang berkualitas.

“Ada tiga hal yang membuat ibu meninggal saat melahirkan, yakni terlambat dalam mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas eksehatan, dan terlambat mendapatkan pelayanan,” ujarnya.

Ketiga jenis keterlambatan yang membuat ibu meninggal tersebut, katanya menambahkan, terkait erat dengan berbagai faktor, salah satunya karena sebagian besar ibu, yakni 59 persen, terutama di daerah perdesaan, melahirkan di rumah.

“Dari kasus tingginya AKI di 31 kecamatan se NTB ditemukan 95,7 persen persalinan dilakukan di rumah, dan 85 persen di antaranya ditolong oleh dukun, 32 persen ditolong oleh dukun tidak terlatih, dan hanya 2,6 persen saja persalinan yang dilakukan di rumah sakit,” katanya.

Menurutnya, beberapa penyebab itu merupakan hal yang bisa dicegah jika ada sarana dan prasarana bersalin yang memadai. Saat ini, penduduk miskin, terutama kaum ibu dan perempuan, mengalami kesulitan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

Sumber : www.tnp2k.org

PTO Optimalisasi 2010

PTO Optimalisasi 2010 yang dimaksud adalah Petunjuk Teknis Optimalisasi Tahapan Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Mengoptimalkan perencanaan dan kegiatan program oleh masyarakat. Harus dimiliki sebagai rujukan/ pegangan dalam memfasilitasi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan.

Download

SBY Buka Rakernas Pemberdayaan Masyarakat


Jakarta: Rabu (24/3) pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka Rapat Kerja Nasional Pemberdayaan Masyarakat dalam rangka sosialisasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan tahun anggaran 2010, di Puri Agung Hall, Hotel Sahid. Rapat kerja tersebut mengambil tema “Bangga Membangun Desa”.

Dalam sambutannya Presiden SBY menjelaskan bahwa tahun lalu ada laporan dari Menko Kesra tentang masih adanya beberapa daerah yang belum menjalankan PNPM. "Mestinya rakyat tahu ada program pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan. Kok pemimpinnya yang dipilih rakyat itu tidak setuju atau menolak,” kata SBY.

“Saya berharap, ke depan marilah kita jalankan sepenuh hati. Kalau ada masalah, mari kita pecahkan. Misalnya dana APBD terbatas sehingga tidak cukup dana pendamping. Semua bisa dibicarakan. Tetapi kalau sikap mentalnya sudah menolak, kasihan rakyatnya karena tidak mendapat kesempatan," SBY menegaskan.

Kepada Menteri Dalam Negeri, Presiden juga berpesan untuk menjelaskan kepada publik tentang apa itu PNPM dan setelah dilaksanakan hasilnya seperti apa. "Kalau rakyat melihat belum cukup, ya kita tingkatkan. Ini bagian dari transparansi," kata SBY.

Di awal acara, Mendagri Gamawan Fauzi memberikan laporan mengenai pelaksanaan PNPM Mandiri Pedesaan. "Pertemuan ini mempunyai makna yang penting, karena pada forum ini akan disampaikan informasi tentang strategi penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, kebijakan umum dan kebijakan teknis terkait dengan PNPM Pedesaan," jelas Gamawan Fauzi.

Pada kesempatan tersebut, diberikan penghargaan SIKOMPAK kepada daerah-daerah yang berhasil menjalankan program PNPM yang dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu Unit Pengelola (UPK), Kader pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), serta Tim Pengelola dan Pemelihara Prasaran (TP3) tingkat nasional dan Surat Keputusan Pengangkatan Sekretaris Desa sebagai PNS secara simbolis. Daerah-daerah yang mendapatkan penghargaan tersebut antara lain, Kalimantan Timur, Sragen dan Serang.

Acara yang diadakan Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri itu digelar dari tanggal 24-26 Maret 2010. Turut mendampingi Presiden pada kegiatan kali ini, antara lain, Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, dan Seskab Dipo Alam. Hadir pula gubernur, walikota, dan bupati dari seluruh Indonesia, diantaranya Wakil Gubernur DKI Prijanto dan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. (dit)

Sumber : www.presidensby.info
Rata Penuh

Pengentasan Kemiskinan Merupakan Amanat Konstitusi

ImageJakarta: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan bagian dari program prorakyat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mempercepat pengentasan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan amanah ideologi dan konstitusi kita, yakni kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan hal ini dalam sambutan pembukaan Rakernas Pemberdayaan Masyarakat dalam rangka sosialisasi PNPM Mandiri Pedesaan Tahun Anggaran 2010, di Hotel Sahid, Jakarta, Rabu (24/3) pagi.

"Kalau kita sungguh menghayati dan mengamalkan Pancasila, sila kelima dengan jelas mengatakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Begitu pula di UUD 45, banyak terdapat pasal yang menyangkut kesejahteraan rakyat," kata Presiden. ”Dari segi ideologi dan dasar negara serta konstitusi memang kita mendapatkan amanah untuk melaksanakan semua upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, termasuk progrom-program yang kita jalankan ini,” SBY menambahkan.

Keadilan pembangunan tidak boleh hanya menjadi retorika, tanpa implementasi. "Pemerintah, pada tahun-tahun terakhir, telah sungguh-sungguh mengimplementasikan apa yang kita anggap tepat dalam pembangunan nasional,” ujar SBY.

Presiden SBY menyadari, masih ada tumpang-tindih antara departemen, antara pusat dan daerah dalam program mempercepat pengentasan kemiskinan. "Oleh karena itu saya sudah mengeluarkan peraturan presiden untuk satu koordinasi yang baik dalam percepatan pengentasaan kemiskinan,” Presiden SBY menjelaskan.

Pada tingkat pusat, seluruh program pengentasan kemiskinan berada di bawah koordinasi Wapres Boediono. "Saya harap di tingkat daerah juga dilakukan hal yang sama. Koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi, supaya tidak jalan sendiri-sendiri, akhirnya bisa tumpang-tindih, bisa ada satu daerah yang luput dari program departemen manapun juga," SBY mengingatkan.

Presiden meminta kepada para gubernur yang hadir untuk melihat dan mengajak dialog rumah tangga. Tidak hanya terpaku pada data statistik. “Tolonglah, datang ke rumah tangga-rumah tangga untuk memastikan bahwa data itu, statistik itu, presentase dan angka-angka itu memang benar-benar mereka rasakan dalam peningkatan kehidupan sehari-harinya,” Presiden SBY menegaskan.

Untuk program-program yang menyentuh langsung kesejahteraan rakyat, lanjut Presiden, tidak keliru pemerintah melakukan intervensi. Bagi yang menganut pahan kapitalisme atau neoliberalisme memang pemerintah diharapkan tidak terlalu banyak terlibat. Serahkan saja pada mekanisme pasar dan ekonomi. Indonesia bukan penganut paham ini. "Kalau pemerintah tidak boleh sama sekali ikut berperan, saya khawatir kesenjangan di negeri kita akan makin menganga antara yang kaya dan miskin," Presiden SBY menandaskan.

Untuk memastikan strategi ini bisa berjalan, Presiden meminta kepada pemimpin di daerah sungguh-sungguh mengalokasikan anggaran peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinan ini secara memadai pada APBD mereka. (dit)


Sumber : www.presidensby.info 24 Maret 2010

Tentang Tujuan Pembangunan Millennium: Konsep Dasar

Apakah Tujuan Pembangunan Millennium?

Tujuan Pembangunan Milenium (“Millennium Development Goals”, atau MDGs) mengandung delapan tujuan sebagai respon atas permasalahan perkembangan global, yang kesemuanya harus tercapai pada tahun 2015. Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil dari aksi yang terkandung dalam Deklarasi Milenium yang diadopsi oleh 189 negara dan ditandatangi oleh 147 kepala Negara dan pemerintahan pada UN Millennium Summit yang diadakan di bulan September tahun 2000.

Delapan butir MGDs terdiri dari 21 target kuantitatif dan dapat diukur oleh 60 indikator.

  • Tujuan 1: Memberantas kemiskinan ekstrim dan kelaparan

  • Tujuan 2: Dicapainya pendidikan tingkat dasar yang merata dan universal

  • Tujuan 3: Memajukan kesetaraan gender

  • Tujuan 4: Mengurangi tingkat mortalitas anak

  • Tujuan 5: Memperbaiki kualitas kesehatan ibu hamil

  • Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain

  • Tujuan 7: Menjamin kelestarian lingkungan

  • Tujuan 8: Menjalin kerjasama global bagi perkembangan kesejahteraan

Tujuan Pembangunan Millennium:

  • menyintesis dalam satu paket komitmen-komitmen terpenting yang dibuat secara terpisah-pisah dalam berbagai konferensi dan pertemuan tingkat tinggi internasional yang diadakan pada tahun 1990-an;
  • merespon secara eksplisit tentang interdependensi antara pertumbuhan, upaya pembasmian kemiskinana dan perkembangan yang berkesinambungan;
  • mengenali bahwa upaya perkembangan bergantung kepada pemerintahan yang demokratis, pengaturan oleh hukum, kehormatan pada hak azasi manusia, perdamaian dan keamanan hidup;
  • mempunyai tenggat waktu dan target yang dapat diukur beserta dengan indikator dalam memantau kemajuan, dan;
  • membawa dalam kebersamaan, sebagaimana terkandung pada Tujuan 8, tanggung jawab dalam memajukan Negara berkembang dengan Negara maju, dalam kerjasama global yang dituangkan dalam International Conference on Financing for Development di Monterrey, Mexico pada bulan Maret tahun 2002, and juga pada Johannesburg World Summit on Sustainable Development pada bulan Agustus tahun 2002.


Implementasi Tujuan Pembangunan Milenium

Pada tahun 2001, menanggapi permintaan dari para pemimpin dunia, Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa menghadirkan Perencanaan Menuju Pengimplementasian Deklarasi Milenium (“Road Map towards the Implementation of the United Nations Millenium Declaration”). Perencanaan tersebut merupakan ikhtisar yang terpadu dan komprehensif menguraikan berbagai strategi potensial dalam memenuhi tujuan dan komitmen dari Deklarasi Milenium.
Sejak itu, peta strategis tersebut telat menelurkan laporan tahunan. Isi laporan tahunan 2002 memfokuskan pada kemajuan dibuat dalam pencegahan konflik bersenjata dan pencegahan penyakit menular, termasuk HIV/AIDS dan Malaria. Laporan tahunan 2003 menekankan pada strategi perkembangan dan strategi perkembangan berkelanjutan. Tahun 2004 berfokus pada keterpisahan digital dan pengekangan kriminal antar Negara.
Pada tahun 2005, Sekretaris Jendral menyiapkan laporan terpadi berjangka lima tahun berisi kemajuan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Laporan ini meninjau ulang implementasi dari keputusan yang diambil dari hasil berbagai konferensi dan sesi khusus yang membahas negara-negara yang paling tidak berkembang, kemajuan dalam memerangi HIV/AIDS dan pendanaan untuk perkembang dan perkembangan yang berkelanjutan.

 Tujuan 1: Mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan


Indikator

Tujuan 1a: Mengurangi hingga setengahnya Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan ekstrim

  • 1.1 Proporsi penduduk yang hidup di bawah $1 (PPP) per hari
  • 1.2 Rasio kesenjangan tingkat kemiskinan
  • 1.3 Porsi dari populasi dalam kategori 20% penduduk termiskin dalam konsumsi nasional

Target 1b: Mencapai ketenagakerjaan yang produktif dan pekerjaan layak merata, termasuk wanita dan usia muda

  • 1.4 Tingkat pertumbuhan produk nasional bruto per orang
  • 1.5 Rasio tingkat keperkerjaan penduduk
  • 1.6 Proporsi penduduk yang bekerja dan berpenghasilan $1 (PPP) per hari
  • 1.7 Proporsi tenaga kerja yang menghidupi diri sendiri dan yang menghidupi keluarga di dalam angka total penyerapan tenaga kerja

Target 1c: Mengurangi Jumlah penduduk yang menderita kelaparan hingga setengahnya

  • 1.8 Jumlah balita dengan berat badan di bawah normal
  • 1.9 Proporsi penduduk yang mengkonsumsi nilai gizi kalori di bawah standar minimum

 Tujuan 2: Mencapai pendidikan dasar untuk semua


Indicators

Target 2a: Memastikan anak laki-laki dan perempuan dapat menyelesaikan pendidikan dasar

  • 2.1 Netto jumlah pendaftaran pendidikan dasar
  • 2.2 Proporsi pelajar yang menyelesaikan pendidikan dari Kelas 1 hingga kelas akhir di pendidikan dasar
  • 2.3 Tingkat kemampuan baca-tulis laki-laki dan perempuan usia 15-24 tahun

 Tujuan 3: Memajukan kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan

UNDP bekerja dengan dan berpihak kepada wanita dalam advokasi kebijakan, perkembangan kapasitas wanita dan mendukung rancangan kesetaraan gender dengan berkolaborasi dengan UNIFEM.


Indikator

Target 3a: Menghapus ketimpangan gender di tingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah pada tahun 2005, dan pada semua tingkat pendidikan pada tahun 2015

  • 3.1 Rasio anak laki-laki dengan anak perempuan yang mengenyam pendidikan tingkat dasar, menengah dan lanjut
  • 3.2 Proporsi dari wanita sebagai pekerja upahan di sektor non-pertanian
  • 3.3 Proporsi perwakilan wanita dalam parlemen nasional

 Tujuan 4: Mengurangi tingkat kematian anak


Indikator

Target 4a: Mengurangi tingkat kematian anak usia 0-5 tahun hingga dua per tiga bagian

  • 4.1 Angka kematian balita
  • 4.2 Angka kematian bayi
  • 4.3 Jumlah bayi usia satu tahun yang diimunisasi campa

 Tujuan 5: Memperbaiki kualitas kesehatan ibu


Indikator

Target 5a: Mengurangi angka kematian ibu hingga 75%

  • 5.1 Angka mortalitas ibu
  • 5.2 Jumlah proses kelahiran yang ditangani oleh tenaga medis terlatih
  • Target 5b: Menyediakan akses kepada kesehatan reproduksi secara merata
  • 5.3 Tingkat penggunaan kontrasepsi
  • 5.4 Tingkat kelahiran remaja
  • 5.5 Jaminan perawatan pra-kelahiran (sekurang-kurangnya satu kunjungan and minimal empat kunjungan)
  • 5.6 Kebutuhan yang belom terpenuhi dalam hal keluarga berencana

 Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, malaria and penyakit menular lainnya


Indikator

Target 6a: Menghentikan dan mulai menurunkan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS

  • 6.1 Banyaknya penderita HIV berusia 15-24 tahun
  • 6.2 Pengunaan kondom dalam aktivitas seksual resiko tinggi
  • 6.3 Proporsi dari populasi usia 15-24 tahun yang mempunyai pengetahuan tentang HIV/AIDS yang komprehensif dan tepat
  • 6.4 Rasio kehadiran di sekolah antara yatim piatu dengan bukan-yatim piatu berusia 10-14 tahun
  • Target 6b: Dicapainya akses perawatan secara merata dan universal bagi penderita HIV/AIDS pada tahun 2010
  • 6.5 Proporsi dari populasi menderita infeksi HIV tingkat lanjut yang mempunyai akses kepada pengobatan antiretroviral
  • Target 6c: Menghentikan dan menurunkan kecenderungan penyebaran malaria dan penyakit menular lainnya
  • 6.6 Jumlah insiden dan angka kematian karena Malaria
  • 6.7 Proporsi balita yang tidur menggunakan tirai ranjang yang sudah mengandung insektisida
  • 6.8 Proporsi balita yang menderita demam dan dirawat dengan obat-obatan anti-malaria yang tepat
  • 6.9 Jumlah insiden, eksistensi umum, angka kematian karena tuberkulosa
  • 6.10 Proporsi penyakit tuberkulosis (TBC) yang terdeteksi dan terobat dibawah supervisi langsung perawatan jangka pendek

 Tujuan 7: Memastikan kelestarian lingkungan


Indikator

Target 7a: Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program Negara; serta mengembalikan sumber daya alam yang hilang
Target 7b: Mengurangi kadar hilangnya keragaman alam dan menurunkan tingginya kadar kehilangan tersebut secara signifikan pada tahun 2010

  • 7.1 Proporsi dari dataran hutan
  • 7.2 Total emisi CO2, per kapita dan per $1 GDP (PPP)
  • 7.3 Konsumsi bahan perusak ozon
  • 7.4 Proporsi dari jumlah ikan dalam batasan aman lingkup hayati
  • 7.5 Proporsi dari sumber air yang digunakan
  • 7.6 Proporsi dari daratan dan laut yang terlindungi
  • 7.7 Proporsi dari spesies yang terancam punah

Target 7c: Mengurangi hingga setengahnya jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar

  • 7.8 Proporsi dari populasi yang menggunakan sumber air minum berkualitas
  • 7.9 Proporsi dari populasi yang menggunakan sarana sanitasi berkualitas

Target 7d: Tercapainya perbaikan yang berarti bagi kualitas hidup untuk sekurang-kurang 100 juta penduduk yang tinggal di daerah kumuh pada tahun 2020

  • 7.10 Proporsi dari penduduk kota yang hidup di wilayah kumuh

 Tujuan 8: Mengembangkan kemitraan untuk pembangunan


Indikator

Target 8a: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif.
Termasuk komitmen kepada sistem pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab, pengembangan kesejahteraan dan pengurangan tingkat kemiskinan pada taraf nasional dan internasional.
Target 8b: Mengatasi persoalan khusus Negara-negara yang paling tertinggal.

Hal ini termasuk akses bebas tariff dan bebas kuota untuk produk eksport mereka, meningkatkan pembebasan utang untuk negara berutang besar, penghapusan utang bilateral resmi dan memberikan ODA yang lebih besar kepada Negara yang berkomitmen menghapuskan kemiskinan.
Target 8c: Mengatasi kebutuhan khusus di negara-negara daratan dan kepulauan kecil (melalui Rencana Pelaksanaan Pembangunan Berkesinambungan untuk Negara kepulauan kecil, dan hasil dari sesi khusus dari Rapat Umum ke-22)
Target 8d: Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional maupun Internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka panjang.

Beberapa dari indikator dibawah ini dimonitor secara terpisah bagi Negara paling tertinggal, Afrika, Negara daratan dan Negara kepulauan kecil.

Pembiayaan pembangunan (Official Development Assistance, atau ODA)
  • 8.1 Netto dari ODA, total dan untuk Negara paling tertinggal, sebaga persentasi dari pendapatan nasional bruto donor OECD/DAC.
  • 8.2 Proporsi dari total bilateral, alokasi sektor dari donor OECD/DAC untuk pelayanan kesejateraan pokok (pendidikan dasar, perawatan kesehatan pokok, nutrisi, air bersih dan sanitasi).
  • 8.3 Proporsi dari bantuan bilateral resmi tidak terikat yang diberikan oleh donor OECD/DAC.
  • 8.4 ODA yang diterima oleh Negara daratan sebagai proporsi dari produk nasional bruto Negara tersebut.
  • 8.5 ODA yang diterima oleh Negara kepulauan kecil sebagai proporsi dari pendapatan nasional bruto Negara tersebut.
  • Akses pasar,
  • 8.6 Proporsi dari total impor Negara maju (dalam nilai dan tidak termasuk barang senjata) dari negara berkembang dan paling tertinggal yang bebas bea cukai.
  • 8.7 Tarif rata-rata yang dibebankan oleh Negara maju untuk produk pertanian, tekstil dan pakaian dari Negara berkembang.
  • 8.8 Perkiraan bantuan di bidang pertanian sebagai persentasi dari produk nasional bruto.
  • 8.9 Proporsi dari ODA yang tersedia untuk membantu pertumbuhan kapasitas perdagangan.
  • Pengelolaan hutang.
  • 8.10 Jumlah Negara yang telah melaksanakan butir keputusan dan memenuhi komitmen HIPC (secara kumulatif).
  • 8.11 Keringanan hutang sebagai tertuang dalam inisiatif HIPC dan MDRI.
  • 8.12 Pelayanan hutang sebagai persentasi dari barang dan jasa ekspor.
  • Target 8e: Bekerjasama dengan Perusahaan Farmasi, memberikan akses untuk penyediaan obat-obatan penting dengan harga terjangkau di negara berkembang.
  • 8.13 Proporsi dari populasi yang memiliki akses kepada obat-obatan esensial dengan harga terjangkau secara berkelanjutan.
  • Target 8f: Bekerjasama dengan swasta untuk memanfaatkan teknologi baru, terutama di bidang informasi dan komunikasi.
  • 8.14 Sambungan telepon per 100 penduduk.
  • 8.15 Pelanggan selular per 100 penduduk.
  • 8.16 Pengguna Interner per 100 penduduk.

Strategi untuk Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)

UNDP mendukung strategi pembangunan nasional berbasis MDG

Sistem PBB membantu negara-negara meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Untuk mendukung usaha ini, UNDP dan Proyek Milenium telah merancang sebuah paket layanan yang komprehensif untuk mendukung strategi pembangunan nasional berbasis MDG. Layanan ini terfokus pada 3 pilar:
  • Diagnosis dan perencanaan investasi berbasis MDG (bantuan teknis dan keuangan yang diperlukan untuk mencapai MDGs dalam jangka panjang)
  • Memperluas pilihan kebijakan ( reformasi kebijakan sektoral dan lintas sektoral dan kerangka kerja yang dibutuhkan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan dan mempromosikan pengembangan daya manusia dalam jangka panjang); dan
  • Memperkuat kapasitas nasional ( memungkinkan layanan efektif pada tingkat nasional dan lokal)

Proyek Milenium

Proyek Milennium dikomisikan oleh Sekjen PBB pada 2002, bertujuan untuk mengusulkan strategi terbaik untuk mencapai MDGs dan mengembangkan rencana kerja yang nyata agar dunia dapat membalikkan masalah kemiskinan, kelaparan, dan penyakit yang dihadapi oleh milyaran orang.

Dipimpin oleh Profesor Jeffrey Sachs, Proyek Milenium merupakan badan penasehat independen dan mempresentasikan rekomendasi akhirnya, Investasi bagi Pembangunan: Sebuah Rencana Praktis untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Milenium kepada Sekretaris Jenderal pada January 2005.

Sebagian besar kinerja dari Proyek ini telah dilakukan oleh 10 divisi tematis dengan jumlah total lebih dari 250 ahli dari seluruh dunia yang meliputi: peneliti dan ilmuwan; pembuat kebijakan; perwakilan dari LSM, badan-badan PBB, bank dunia, IMF dan sektor swasta. Sejak pembentukannya, divisi-divisi tersebut telah melakukan penelitian ekstensif sesuai dengan bidang keahliannya untuk menghasilkan rekomendasi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium. Kinerja yang berkelanjutan dari Proyek ini dipimpin oleh seorang sekretariat yang berkedudukan di markas UNDP di New York.

Kemitraan

Kemitraan sangat penting untuk kinerja UNDP dan untuk mencapai MDGs. MDG yang kedelapan, “Membangun kemitraan global untuk pembangunan,” secara eksplisit meminta kemitraan, yang penting pada semua tingkat - lokal, nasional dan global-untuk pencapaian tujuh MDG yang lain dan nilai-nilai dan tindakan yang ditetapkan oleh Deklarasi Milenium (Millenium Declaration).
Mitra UNDP mencakup pemerintah, badan-badan PBB lainnya, institusi keuangan internasional, badan-badan bilateral, sektor swasta dan masyarakat sipil. Lintas negara dan daerah, UNDP sebagai jaringan pengembangan global PBB menggunakan keberadaan globalnya untuk menyatukan mitra-mitra dari berbagai latar belakang untuk berbagi keahlian, memulai usaha bersama dan mengembangkan solusi jangka panjang.
Tahukah anda?
Proyek Milenium merekomendasikan perusahaan-perusahaan dan organisasi swasta untuk berperan aktif dalam perancanangan kebijakan, inisiatif transparansi dan, dimana sesuai, kemitraan public-swasta. [sumber: Proyek Milenium]

Tentang MDGs: Peran UNDP

Mengkoordinasikan upaya-upaya global dan nasional

MDGs menyediakan kerangka kerja bagi seluruh sistem PBB dalam bekerja sama menghasilkan tujuan bersama. Jaringan pembangunan global UNDP di 166 negara secara khusus diposisikan untuk membantu advokasi perubahan, menghubungkan negara-negara dengan pengetahuan dan sumber daya, dan mengkoordinasikan upaya-upaya yang lebih luas pada tingkat negara. Kinerja UNDP terhadap MDGs berpedoman kepada Strategi Utama PBB dalam MDGs dan terfokus kepada:

  • Kampanye dan mobilisasi : Mendukung advokasi untuk MDGs dan bekerja dengan para mitra untuk memobilisasi komitmen dan kemampuan dari segmen masyarakat luas untuk membangun kepedulian tentang MDGs;
  • Analisis: Melakukan riset dan berbagi strategi terbaik untuk mencapai MDGs dalam hal praktek inovatif, reformasi kebijakan dan institusi, sarana implementasi kebijakan dan evaluasi pilihan-pilihan pembiayaan;
  • Pengawasan: Membantu negara-negara dalam melaporkan kemajuan menuju MDGs dan memantau perkembangannya;
  • Aktivitas operasional: bantuan yang diarahkan oleh tujuan untuk mendukung pemerintah untuk menyesuaikan MDGs dengan keadaan dan tantangan lokal; mengalamatkan kendala utama untuk mencapai MDGs.

Tahukan anda?

93 negara, dengan 62% dari populasi dunia, tidak berada di jalur untuk mengurangi sampai dua pertiga angka kematian anak di bawah lima tahun pada tahun 2015.

Sumber : www.targetmdgs.org

Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Selaku Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan NO: 25/KEP/MENKO/KESRA/VII/2007 Tentang Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Pedoman Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri sebagai pedoman harmonisasi dan sinkronisasi program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di kementerian/lembaga ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri.
DOWNLOAD

Usaha Pencapaian MDGs di Indonesia

Tujuan Pembangunan Milenium berisikan tujuan kuantitatif yang musti dicapai dalam jangka waktu tertentu, terutama persoalan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2015. Tujuan ini dirumuskan dari ‘Deklarasi Milennium’, dan Indonesia merupakan salah satu dari 189 negara penandatangan pada September 2000.

Delapan Tujuan Pembangunan Milenium juga menjelaskan mengenai tujuan pembangunan manusia, yang secara langsung juga dapat memberikan dampak bagi penanggulangan kemiskinan ekstrim. Masing-masing tujuan MDGs terdiri dari target-target yang memiliki batas pencapaian minimum yang harus dicapai Indonesia pada 2015. Buku ini berisikan sekelumit gambaran mengenai 8 tujuan Pembangunan Milenium, pencapaian serta tantangannya dalam mencapai 18 target tersebut di Indonesia

Untuk mencapai tujuan MDG tahun 2015 diperlukan koordinasi, kerjasama serta komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, utamanya pemerintah (nasional dan lokal), masyarakat sipil, akademia, media, sektor swasta dan komunitas donor. Bersama-sama, kelompok ini akan memastikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai tersebar merata di seluruh Indonesia.Pemerintah Indonesia tetap memegang komitmenya untuk melaporkan kemajuan pencapaian MDGs.


Tujuan Ke-1: Mengentasan Kemiskinan Ekstrim dan Kelaparan

Target 1: Menurunkan hingga setengahnya Penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan ekstrim hingga 50%
Target 2:
Mengurangi Jumlah penduduk yang menderita kelaparan hingga setengahnya.

Situasi Saat Ini

Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai Target pertama MDGs. Pada tahun 1990, 15,1% penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan ekstrim. Jumlahnya saat itu mencapai 27 juta orang. Saat ini proporsinya sekitar 7,5% atau hampir 17 juta orang. Pada tingkat nasional, dengan usaha yang lebih keras, Indonesia akan dapat mengurangi kemiskinan dan kelaparan hingga setengahnya pada 2015. Meskipun begitu, masih terdapat perbedaan yang cukup besar antara daerah kaya dan miskin. Banyak daerah miskin di perdesaan, terutama di wilayah timur Indonesia yang memerlukan kerja lebih keras untuk mencapai target mengurangi kemiskinan dan kelaparan.

Tindak Lanjut
Pencapaian tujuan MDG yang pertama tahun 2015 hanya akan dapat dilakukan dengan keikutsertaan dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan di setiap kabupaten dan kota. Masyarakat miskin di Indonesia memerkukan akses yang lebih baik untuk mendapatkan makanan, air bersih, pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan. Masyarakat miskin juga membutuhkan jalan dan infrastruktur lain untuk mendukung aktivitas ekonomi, dan membuka akses pasar untuk menjual produksi mereka. Tingkat pendapatan masyarakat miskin di Indonesia akan meningkat dengan peningkatan kesempatan kerja dan pengembangan usaha. Perubahan mendasar perlu dilakukan pada tingkat pembuatan kebijakan. Kebijakan yang pro-kemiskinan harus mulai dikembangkan. Dalam era desentralisasi, tanggungjawab pembuatan kebijakan dan penganggaran dibuat di tingkat lokal oleh pemerintahan daerah. Masyarakat sipil dan kalangan swasta, media dan akademisi dapat pula membantu pemerintah dengan menyampaikan kebutuhan kaum miskin melalui advokasi dan keterlibatan langsung dengan pembuat kebijakan.

Keluarga dan kelompok masyarakat di seluruh Indonesia juga harus diberdayakan untuk lebih berperan aktif dalam menentukan dan meraih yang mereka perlukan. Pembangunan berkelanjutan harus dimulai dari akar rumput, dan kemudain bergerak ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk membantu kaum miskin agar lebih sejahtera, mereka harus diberi sumberdaya yang cukup untuk membantu mereka tumbuh dan mebjadi sejahtera.


Tujuan Ke-2: Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua

Target 3: Pada 2015, semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun prempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar

Situasi Saat Ini

Target MDG kedua adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua pada 2015. Ini artinya bahwa semua anak Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target ini dengan mencanangkan Program Wajib Belajar 9 tahun. Kebijakan ini terbukti telah meningkatkan akses untuk pendidikan SD. Akan tetapi, masih banyak anak usia sekolah di pelosok negeri yang belum dapat menyelesaikan SD-nya. Bahkan di perdesaan, tingkat putus sekolah dapat mencapai 8,5%. Kualitas pendidikan di Indonesia selama ini masih perlu ditingkatkan dan manajemen pendidikan juga kurang baik.

Tindak Lanjut
Apabila target kedua ini ingin dicapai, seluruh pemangku kepentingan diseluruh negeri, termasuk pemerintah pusat dan daerah, organisasi masyarakat sipil, masyarakat umum, akademisi, sektor swasta dan media perlu untuk bekerja sama memastikan bahwa kebijakan, strategi dan program di masa yang datang terkait Program Wajib belajar 9 tahun harus terfokus pada peningkatan akses dan memperluas kesempatan belajar kepada seluruh anak usia sekolah , terutama mereka yang berada di daerah miskin dan daerah pedalaman. Dinas Pendidikan di daerah juga perlu untuk meningkatkan kualitas dan kesesuaian pendidikan dasar untuk memastikan bahwa seluruh lulusannya akan memiliki kemampuan dasar untuk bekerja atau meneruskan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Sistem manajemen sumberdaya pendidikan juga perlu ditingkatkan, sehingga seluruh lembaga yang terkait dengan pendidian dasar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara lebih efisien dan efektif. Kunci dari kesusksesan pemerintah dalam mensukseskan pendidikan dasar 9 tahun adalah dengan keterlibatan orang tua murid dan tokoh masyarakat, sertaorganisasi masyarakat sipil dan sektor swasta. Kelompok pemangku kepentingan ini akan membantu memobilisasi berbagai sumberdaya untuk mendukung tercapainya tujuan program Wajar 9 Tahun. Selain itu, kesempatan juga perlu diperluas kepada sekolah swasta dan lembaga pendidikan berbasis masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan dasar.


Tujuan Ke-3: Mendukung Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan

Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan sekolah menengah di Indonesia

Situasi Saat Ini

Indonesia telah mencapai banyak kemajuan dalam mengatasi persoalan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Program Wajib belajar 9 tahun telah membawa dampak positif dalam pengurangan kesenjagan dalam dunia pendidikan. Rasio antara partisipasi murid laki-laki dan perempuan, baik partisipasi bersih amupun kotor, sudah hampir mencapai 100% di seluruh tingkat pendidikan. Akan tetapi, keberhasilan ini masi perlu ditingkatkan, terutama untuk kelompok usia yang lebih tua. Masih terdapat cukup banyak kesenjangan dan anggapan yang salah dalam konteks peranan dan gender di masyarakat. Persepsi yang salah ini hampir terjadi di semua aspek kehidupan, mulai dari pekerjaan (kesempatan dan kesetaraan imbalan) hingga keterwakilan di bidang politik.

Proporsi perempuan dalam pekerjaan non-pertanian relative stagnan, begitu pula debngan keterwakilan perempuan di parlemen, yang masing-masing masih berkisar pada 33% dan 11%.

Tindak Lanjut
Pemerintah Indonesia saat ini tengah melakuan banyak strategi untuk mendukung pencapaian tujaun ketiga MDG. Selain program gender di bidang pendidikan, upaya juga dilakukan untuk meningkatkan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di sektor non-pertanian dan kesetaraan imbalan. Aspek pemberdayaan perempuan merupakan langkah penting untuk mencapai tujuan ketiga MDG, termasuk juga peningkatan keterwakilan perempuan dalam aspek politik.

Mekipun Pasal 27 UUD 45 menjamin kesetaraan hak bagi seluruh penduduk Indonesia – laki-laki maupun perempuan, cukup banyak ditemukan praktek-praktek yang justru mendiskriminiskian dan memicu terjadinya kesenjangan, terutama di tingkat daerah. Hal ini mencakup implementasi peraturan daerah yang mengandung unsur dualisme yang tidak sesuai dengan UUD 45. Seluruh pemangku kepentingan di Indonesia, termasuk Pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, akademisi dan media dapat berperan dalam mencegah dampak negatif dari praktek semacam ini, dengan cara berpedoman secara teguh terhadap hak konstitusional setiap warga negara.


Tujuan Ke-4: Mengurangi Tingkat Kematian Anak

Target 5: Mengurangi hingga dua pertiga-nya , tingkat kematian anak dibawah usia 5 tahun

Situasi Saat Ini

Di Indonesia, dari setiap 1.000 kelahiran, 40 diantaranya akan mennggal sebelum mereka berusia 5tahun. Statistik ini dikenal dengan Angka kematian Balita (AKB). AKB Indonesia saat ini adalah yang tertinggi diantara Negara ASEAN lain. Meskipuns demikian, Indonesia sebenarnya telah mencapai tujuan keempat MDG. Hal yang menjadi pekerjaan kita sekarang adalah memastikan bahwa anak-anak Indonesia mendapatkan hak konstitusional mereka. UU no 23 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan keamanan sosial menurut kebutuhan fisik, psikis dan sosial mereka. Sepertiga kematian bayi di Indonesia terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran, 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama. Penyebab utama kematian adalah infeksi pernafasan akut, komplikasi kelahiran dan diare. Selain penyebab utama, beberapa penyakit menular seperti infeksi radang selaput otak (meningitis), typhus dan encephalitis juga cukup sering menjadi penyebab kematian bayi.

Tindak Lanjut
Program Nasional Anak Indonesia menjadikan issu kematian bayi dan balita sebagai salah satu bagian terpenting. Program tersebut merupakan bagian dari Visi Anak Indonesia 2015, sebuah gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat, dari mulai pemerintah, sektor swasta hingga akademisi dan masyarakat sipil. Bersama-sama, kelompok ini berusaha meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejaheraan Bayi dan Balita. Selain mempromosikan hidup sehat untuk anak dan peningkatan akses dan kualitas terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, bagian dari Target keempat MDG adalah untuk meningkatkan proporsi kelahiran yang dibantu tenaga terlatih, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku di masyarakat untuk lebih aktif mencari pelayanan kesehatan, terutama untuk anak dan balita.


Tujuan Ke-5: Meningkatkan Kesehatan Ibu

Target 6: Menurunkan ¾-nya Tingkat Kematian Ibu di Indonesia

Situasi Saat Ini

Resiko kematian ibu karena propses melahirkan di Indonesia adalah 1 kematian dalam setiap 65 kelahiran. Setiap tahun diperkirakan terjadi 20.000 kematian ibu karena komplikasi sewaktu melahirkan dan selama kehamilan. Tingkat Kematian Ibu dihitung berdasarkan jumlah kematian setiap 100.000 kelahiran. Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah haemorrhage, eclampsia yang menyebabkan tekanan darah tinggi sewaktu kehamilan, komplikasi karena aborsi, infeksi dan komplikasi sewaktu melahirkan. Meskipun Indonesia belum memiliki sistem pendataan yang baik untuk mendapatkan infromasi mengenai AKI, para ahli memperkirakan bahwa AKI pada tahun 1992 di Indonesia adalah 425 Lebih dari satu dekade kemudian, angkanya berubah menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan laju ini, diperlukan usaha yang jauh lebih besar untuk mecapai Target MDG ke 5. Selain itu, perhatian khusus harus diberikan kepada daerah miskin, terutama di bagian timur Indonesia, dimana banyak daerah masih memiliki tingkat kematian ibu tertinggi di Indonesia, dan juga karena daerah tersebut memiliki infrastruktur yang sangat terbatas.

Tindak Lanjut
Yang sangat diperlukan oleh Ibu adalah peningkatan akses terhadap pelayana kesehatan berualitas untuk ibu dan anak, terutama selama dan segera setelah kelahiran. Selain peningkatan pelayanan kesehatan, perlu juga diadakan perubahan perilaku masyarakat yang paling rentan terhadap kematian ibu. Hal ini termasuk peningkatan pengetahuan keluarga mengenai status kesehatan dan nurtisi, serta pemberitahuan mengenai jangkauan dan macam pelayanan yang dapat mereka pergunakan. Pemerintah juga perlu untuk meningkatkan sistem pemantauan untuk mencapai tujuan MDG ke 5. Peningkatan sistem pendataan terutama aspek manajemen dan aliran informasi terutama data dasar infrastruktur kesehatan, serta koordinasi antara instansi terkait dengan masyarakat donor juga perlu ditingkatkan untuk untuk menghindari overlap dan kegiatan yang tidak tepat sasaran, sehingga peningkatan kesehatan ibu dapat dicapai secara lebih efektif dan efisien.


Tujuan Ke-6: Memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya

Target 7: Menghentikan dan mulai menurunkan kecenderungan penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
Target 8:
Menghentikan dan menurunkan kecenderungan penyebaran Malaria dan penyakit menular lain di Indonesia.

Situasi Saat Ini

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah penyakit yang disebabkan oleh HIV (the Human Immunodeficiency Virus) . HIV dapat merusak siste kekebalan tubuh terhadap penyakit dan infeksi, sehingga dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya. Pengobatan dengan Anti Retro Viral (ARV)dapat mennghambat perkembangan penyakit AIDS dan oleh karena itu meningkatkan kondisi tubu penderitanya. Tetapi obat ini tidak dapat menyembuhkan HIV, karena balum ditemukan obat untuk HIV dan AIDS. HIV disebarkan melalui kontak seksua dan melalui darah yang sudah terinfeksi. Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 2007, jumlah penderitanya terus meningkat. Hingga Maret 2007 hampir 8.988 kasus AIDS dan 5.640 kasus HIV dilaporkan. Menurut beberapa ahli, jumlah ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan penderita yang ada. Kalompok masyarakat yang paling beresiko untuk terinfeksi penyakit ini adalah Pekerja seks komersial dan pelanggannya, serta pengguna narkoba suntik. Selain itu, kesadaran dan pengetahuanyang benar mengenai HIV dan AIDS juga masih merupakan persoalan besar di Indonesia. Lebih dari sepertiga perempuan dan seperlima laki-laki belum pernah mendengar sama sekali mengenai HIV/AIDS. Apabila kecenderunganseperti ini tidak berubah, diperkirakan lebih dari 1 juta masyarakat Indonesia akan terinfeksi pada 2010. Penyakit lain yang juga menjadi perhatian MDG 6 adalah Malaria dan Tubeculosis (TBC). Setiap tahun diperkirakan terdapat 18 juta kasus Malaria dan lebih dari 520 ribu kasus TBC.

Tindak Lanjut
Upaya pemerintah untuk memerangi HIV/AIDS dilaksanakan oleh Komisi Nasional Pemnanggulangan AIDS (KPA), sebuah badan nasional yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan kampanye danpemberian informasi yang benar mengenai HIV/AIDS, penyebarannya dan apa saja yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk menghindari dan melindungi diri mereka dari tertular penyakit tersebut. KPA juga membentuk masyarakat untuk mengerti bagaimana hidup bersama ODHA dan untuk tetap hidup secara produktif. Upaya peningkatan pemantauan dan peningkatan fasilitas kesehatan dan perawatan untuk ODHA juga perlu dilakukan. Setiap warga negara dapat membantu menghentikan penyebaran HIV dengan mengurangi resiko penularan dengan melakukan praktek seksual yang aman dan menggunakan kondom secara teratur. Kampanye mengenai Roll Back Malaria dan DOTS juga termasuk usaha yang secara periodik dilakukan untuk memerangi Malaria dan TBC.


Tujuan Ke-7: Memastikan Kelestarian Lingkungan

Target 9: Mengintergrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan kedalam kebijakan dan program pemerintah Indonesia, serat mengembalikan sumberdaya yang hilang
Target 10:
Mengurangi hingga setengahnya proporsi masyarakat Indonesia yang tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan sanitasi dasar.
Target 11:
Meningkatkan secara signifikan kehidupan masyarakat yang hidup di daerah kumuh.

Situasi Saat Ini

Antara tahun 1985 dan 1997, laju deforestasi di Kalimantan, Maluku, Papua, ulawesi dan Sumatra adalah 1.8 juta hektar per tahun. Ancaman utama tehadap hutan hujan Indonesia adalah pembalakan liar di kawasan hutan lindung. Di era desentralisasi dan otonomi daerah, lebih banyak hutan yang dikeploitasi, pembalakan liar semakin menjadi-jadi dan batas kawasan lindung sudah tidak diperdulikan lagi. Panyebab utamanya adalah lemahnya supresmasi hukum dan kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai ptujuan pembangunan jangka panjang dan perlindungna biosphere.

  • Air - Kualitas air yang sampai ke masyarakat dan didistribusikan oleh PDAM ternyata tidak memenuhi persyarat air minum aman yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan. Hal ini utamanya disebabkan oleh kualitas jaringan disribusi dan perawatan yang kemudian menyebabkan terjadinya kontaminasi.
  • Sanitasi - Berdasarkan data terahir yang tersedia, akses masyrakat secara umum terhadap fasilitas sanitasi adalah 68%. Akan tetapi, tampaknya sanitasi tidak menjadi prioritas utama pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, badan legislative maupun sektor swasta. Hal ini tampat dari relatif kecilnya anggaran yang disediakan untuk sanitasi.

Tindak Lanjut
Akses dan ketersediaan informasi mengenai sumberdaya alam dan lingkungan merpakan aspek yang perlu ditingkatkan. Program yang seperti ini dapat membantu memperkaya pengetahuan dan wawasan kelompok masyarakat yang hidup di daerah perdesaan dan daerah terpencil mengenai pentingnya perlindungan terhadap lingkungan. Hal ini juga perlu disandingkan dengan promosi mengenai kesehatan dan kebersihan, sehingga masyarakat akan lebih mengerti petingnya air bersih dan dapat berpartisipasi aktif menjaga dan merawat fasilitas air bersih yang ada. Kampanye mengenai pentingnya sanitasi juga perlu dilakukan kepada pemerintah, pembuat kebijakan, dan badan legislatif, termasuk juga kapada masyarakat. Diperlukan investasi dan prioritisasi yang lebih besar untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan pelayanan sanitasi untuk masyarakat di seluruh Indonesia.


MDG 8: Mengembangkan Kemitraan untuk Pembangunan

Target 12: Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif
Target 13:
Mengatasi persoalan khusus dari negara-negara paling tertinggal. Hal ini termasuk akses bebas tariff dan bebas kuota untuk produk eksport mereka, meningkatkan pembebasan utang untuk negara berutang besar, penghapusan utang bilateral resmi dan memberikan ODA yang lebih besar kepada Negara yang berkomitmen menghapuskan kemiskinan.
Target 14:
Mengatasi kebutuhan khusus di negara-negara daratan dan kepulauan kecil
Target 15:
Menangani hutang negara berkembang melalui upaya nasional maupun Internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka panjang.
Target 16:
Bekerja sama dengan negara berkembang mengembangkan pekerjaan yang layak dan produktif untuk kaum muda
Target 17:
Bekerjasama dengan Perusahaan Farmasi, memberikan akses untuk penyediaan obat-obatan penting dengan harga terjangkau di negara berkembang
Target 18:
Bekerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan kedelapan berisikan aksi yang harus dilakukan oleh Negara maju kepada negara berkembang untuk mencapai Tujuan 1-7 MDG. Konsensus Monterrey – yang merupakan hasil dari Konferensi Internasional tentang Pembiayaan untuk Pembangunan tahun 2002 – dipandang sebagai unsure kunci Tujuan 8. Konsensus tersebut berintikan kebebasan perdagangan, aliran dana swasta, utang, mobilisasi sumberdaya domestic dan hibah untuk pembangunan. Berkaca pada fakta bahwa investasi dalam bidang kesehatan publik adalah investasi yang non-profit, hibah menjadi penting, terutama di sector kesehatan.


Sumber : www.targetmdgs.org