Sabtu, 20 November 2010
Pemerintah Ngutang US$ 785 Juta untuk Biayai PNPM
Selasa, 19 Oktober 2010
Jumat, 15 Oktober 2010
PNPM Mandiri Rangsang Warga Desa Gumiwang Swadaya Aspal Jalan
Cara ini ternyata cukup efektif, terbukti dengan datangnya inisiatif dari warga Desa Gumiwang, Kecamatan Purwonegoro yang berswadaya mengaspal jalan desa. Besarnya swadaya warga mencapai Rp.30 juta. Selain itu, ada juga warga yang menyumbangkan tenaga, material, dan peralatan pendukung lainnya.
Jembatan Petir Kegawa Banjir
Banjarnegara - Jembatan nang Dukuh Sembir, Desa Petir, Kecamatan Purwonegoro ambruk ketabrak banjir sekang kali Lebak Menak. Padahal jembatan sing mbangune dibiayani PNPM Mandiri nembe rampung 25%. Jembatan sing nyambungna Dusun Krinjing wis ngentekna duit Rp 39 juta sekang total anggaran Rp 147 juta. Buis beton alias gorong-gorong limang iji katut kegawa banyu. Material watu karo wedi ya pada ilang.
Ketua tim pengelola kegiatan (TPK) Desa Petir, Khadirin, wingi (17/9) ngomong nek desain jembatane arep derubah men ora ambruk kenang banjir maning. Maune desaine nganggo jenis limpas banjir. Trus rencanane arep deganti dadi tipe jonggol. Desain limpas banjir nganggo gorong-gorong pancen gampang dadi penyakit. Nek mampet wujude malah persis bendungan.
Gara-gara pondasi jembatan sing ilang, penduduk sing arep liwat dadi kangelan. Jaman urung dibangun malah jerene gampang dinggo nyabrang. Siki kondisine dadi ragenah akeh logakan sing ketutup banyu. Arep ngelangi ya angel wong nyabrange nggawa montor apa mobil. Masa ngelangi karo manggul montor.
Kasubag Pengendali dan Pengawasan Kegiatan nang Bagian Pembangunan Setda Banjarnegara, Yogo Pramono wis prentah meng pengelolane kon gagian laporan masalah kerusakane. Mena kalebu force majoure, tetep bae kudu diitung. Sing penting ngitunge sing temenan ya, pak. Aja ana sing mlebungesak.
Senin, 20 September 2010
Sabtu, 28 Agustus 2010
Dana PNPM Wanayasa Macet Rp 1,2 M
Kamis, 29 Juli 2010
Atasi Masalah Kemiskinan di Banjarnegara dengan Gerdu Sosial
Jumat, 09 Juli 2010
Dana PNPM Wanayasa Macet
Salah seorang kades yang ditemui seusai acara tersebut membenarkan pertemuan tersebut membahas kemacetan dana bergulir PNPM. Baik UEP maupun SPP. Kemacetan dana tersebut rata-rata sejak tahun 2006 dengan jumlah kemacetan bervariatif per desa.
"Saya sendiri tidak tahu pasti, total nominal kemacetan tersebut. Yang saya tahu untuk desa saya sendiri sebesar Rp 120 juta yang ditanggung beberapa kelompok. Namun diperkirakan rata-rata puluhan juta per desa. Pertemuan tersebut menyepakati penyelesaian kasus ini paling lambat 14 Desember 2010," ujar Kades Penanggungan, Panut.
Ia mengatakan kemacetan tersebut berada di kelompok. Per orang ada yang macet Rp 100 ribu, Rp 200 ribu dan ada yang hingga Rp 2 juta. Terkait persoalan batas waktu tersebut pihaknya mengaku tidak ada masalah dan optimis bisa terselesaikan.
Namun yang ia sayangkan mekanisme kontrol dari pengelola PNPM tahun-tahun sebelumnya. Adanya tunggakan yang menumpuk ini menandakan mekanisme kontrol kurang maksimal. "Jika tenggat waktu pengembalian mesti ditepati selayaknya harus dilakukan pendekatan terus menerus ke kelompok," ujarnya.
Ketua Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) PNPM Kecamatan Wanayasa, Didik Hermawan saat ditemui membenarkan mengenai kemacetan dana tersebut. Ia mengatakan, kemacetan ini diketahui setelah ada audit keuangan dan laporan karena ada pergantian pengurus baru UPK. Terkait total kemacetan pihaknya tidak mau menyebutkan nominalnya, meski sempat tak sadar terlontar ungkapan Rp 1,2 milyar. Namun saat ditegaskan tidak mau mengaku. "Yang jelas di 15 desa sejak tahun 2006 hingga 2009. Kita mengetahui ada kemacetan ini setelah sebulan bertugas dari hasil audit laporan dan keuangan dan kenyataan di lapangan," ujarnya.
Menurutnya kemacetan tersebut diperkirakan karena komunikasi yang kurang baik dari pelaksana sebelumnya dengan penerima program. Sebab melihat kondisi di lapangan, banyak penerima program yang masih menganggap dana tersebut tidak harus di kembalikan. Padahal dana bergulir ini mesti dilunasi tiap tahun. "Jika tahun berikutnya mereka juga menerima program, berarti ada sesuatu yang kurang tepat disini," ujarnya.
Meski demikian pihaknya mengaku telah menembusi semua kelompok dan melakukan pendekatan persuasif. Sebagian besar dari mereka memahami dan mau melunasi sebelum akhir tahun 2010. Selain itu juga didukung pernyataan dari semua Kades di Wanayasa untuk mengatasi persoalan ini sebelum akhir tahun ini. (tom)
Jumat, 04 Juni 2010
Banjarnegara Besok Gelar Pesta Rakyat
Senin, 24 Mei 2010
Menteri PDT:Banjarnegara Tak Lagi Berstatus Kabupaten Tertinggal
Koordinasi Menjadi Kunci Keberhasilan Program Pengentasan Kemiskinan
Minggu, 09 Mei 2010
Senin, 03 Mei 2010
Banjarnegara Deklarasikan Diri sebagai Kabupaten Vokasi
Selasa, 20 April 2010
Download Gratis : Buku Panduan Penyelenggaraan Musrenbang Desa
Senin, 19 April 2010
Sabtu, 10 April 2010
PTO PNPM Mandiri Perdesaan 2010
Jumat, 09 April 2010
PNPM Mandiri 2009 Baru Terserap Rp 149 Miliar
Padahal sisa waktu yang tersedia untuk penyerapan DIPA luncuran tinggal 28 hari. DIPA luncuran merupakan dokumen anggaran yang belum terserap selama tahun anggaran 2008 untuk dilaksanakan ditahun ini. Penyerapan DIPA luncuran dilaksanakan bulan Pebruari sampai dengan April 2009.
“Kami melalui Tim Pengendali PNPM Mandiri akan memantau secara intensif untuk memastikan DIPA Luncuran dapat dilaksanakan secara maksimal,” kata Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Sujana Royat, di Jakarta. Menurut Sujana, untuk mempercepat penyerapan DIPA luncuran Kementerian Kesra telah mengirim surat kepada kementerian/lembaga terkait untuk mempercepat pembentukan Satker dan mobilisasi fasilitator untuk program-program PNPM Mandiri.
DIPA luncuran tersebut berbentuk dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dialokasikan untuk PNPM Perdesaan sebesar 124,70 miliar rupiah, PNPM Perkotaan 24,31 miliar rupiah, dan PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus 190 miliar rupiah. Untuk PNPM Perdesaan hingga 20 Maret 2009 yang baru terserap mencapai 102.399 miliar rupiah atau 82.12 persen.
PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus hingga 25 Maret 2009 anggaran yang terserap sebesar 47 miliar rupiah atau 24.74 persen. Sedangkan PNPM Perkotaan hingga saat ini masih belum terserap sama sekali. Menurut Sujana, lambatnya penyerapan tersebut disebabkan dikarenakan pembentukan satuan kerja (Satker) yang terlambat, khususnya untuk PNPM Perdesaan dan PNPM Perkotaan.
Akan tetapi, lanjut Sujana, untuk PNPM Perdesaan masalah tersebut saat ini sudah diselesaikan. Untuk PNPM Perkotaan masih ada kendala karena Satker yang ditetapkan baru 150 dari 187 Satker yang dibutuhkan. Sedangkan 150 Satker yang sudah ditetapkan masih menunggu petunjuk pelaksana DIPA luncuran dari Dirjen Cipta Karya.
Untuk PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus, menurut Sujana, pada awalnya mengalami keterlambatan pada 3 provinsi yaitu Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara yang wilayahnya sulit dijangkau karena memiliki banyak pulau.
Keterlambatan tersebut, umumnya disebabkan oleh faktor cuaca dan gelombang laut yang tinggi sehingga menghambat mobilitas para konsultan/fasilitator. Oleh karena cuaca saat ini sudah mulai bersahabat para konsultann/fasilitator sudah memulai pelaksanaan DIPA luncuran sejak 2 minggu lalu.
Sumber : www.kabarindonesia.com
Sabtu, 27 Maret 2010
Millenium Development Goals (MDGs): Menuju Indonesia 2015
Millenium Development Goals (MDGs): Menuju Indonesia 2015
Kategori : Buku
Lokasi : Perpustakaan AMPL
Pengarang :
Tahun Terbit : 2007
Penerbit : Jakarta, Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan bekerjasama dengan Plan Indonesia, 2007, 17 hal
Klasifikasi : 307.14 KEL m
Kata Kunci : booklet, MDGs-tujuan
Abstrak :
MDGs merupakan target kuantitatif dan terjadual dalam upaya penanggulangan kemiskinan global serta dimensi kemiskinan lainnya seperti; kelaparan, penyakit, penyediaan infrastruktur dasar (perumahan dan permukiman) serta mempromosikan persamaan gender, pendidikan, dan lingkungan berkelanjutan. MDGs juga merupakan upaya pemenuhan hak asasi manusia seperti yang tercantum dalamDeklarasi Millenium PBB. Media ini ditujukan kepada para pengambil keputusan untuk memahami isu-isu apa yang sedang berkembang sekaligus memahamkan bahwa tujuan MDGs merupakan kerangka praktis namun berbobot untuk mengukur pembangunan yang diupayakan di tiap daerah. Selain itu, juga kalangan intelektual/akademisi serta masyarakat umum yang ingin memahami isu-isu MDGs.
Daftar Isi:
Apa Itu Millenium Development Goals (MDGs)
Tujuan Satu. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrim
Tujuan Dua. Mewujudkan Pendidikan Dasar untuk Semua
Tujuan Tiga. Mendorong Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan
Tujuan Empat. Menurunkan Angka Kematian Anak
Tujuan Lima. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Tujuan Enam. Memerangi HIV dan AIDS, Malaria serta Penyakit Lainnya
Tujuan Tujuh. Memastikan Kelestarian Hidup
Tujuan Delapan. Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan Langkah untuk Mencapai Referensi
PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN MDGs DI INDONESIA
-->
PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009
- Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
- Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang.
- Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.
- Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2009, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57 persen.
- Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.
- Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 1996-2008
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2008 berfluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1, Gambar 1, dan Gambar 2). Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999.
Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama.
Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.
Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang.
Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.
Terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan pada periode Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta (16,58 persen) pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta (15,42 persen) pada tahun 2008.
Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah, 1996-2008
2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang (Tabel 2).
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada periode Maret 2008 – Maret 2009, perubahan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 0,93 persen, dan di perdesaan mencapai 0,58 persen.
Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-Maret 2009 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:
- Selama periode Maret 2008-Maret 2009 inflasi umum relatif stabil (Maret 2008 terhadap Maret 2009 sebesar 7,92 persen)
- Rata-rata harga beras nasional (yang merupakan komoditi paling penting bagi penduduk miskin) selama periode Maret 2008-Maret 2009 pertumbuhannya lebih rendah (7,80 persen) dari laju inflasi.
- Rata-rata upah riil harian buruh tani (70 persen penduduk miskin perdesaan bekerja di sektor pertanian) naik 13,22 persen dan rata-rata upah riil buruh bangunan harian naik sebesar 10,61 persen selama periode Maret 2008-Maret 2009.
- Selama Subround I (Januari-April) 2009 terjadi panen raya. Produksi padi Subround I 2009 mencapai 29,49 juta ton GKG (hasil Angka Ramalan II 2009), naik sekitar 4,87 persen dari produksi padi Subround I 2008 yang sebesar 28,12 juta ton GKG.
- Pada umumnya penduduk miskin bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan dan perikanan (nelayan). NTP di kedua subsektor tersebut selama periode April 2008-Maret 2009 mengalami kenaikan yaitu naik sebesar 0,88 persen untuk subsektor tanaman pangan dan naik sebesar 5,27 persen untuk subsektor perikanan (nelayan). Di subsektor tanaman pangan indeks harga jual petani (It) naik sebesar 10,95 persen, sementara indeks harga beli petani (Ib) naik 9,98 persen. Di subsektor perikanan indeks jual petani (It) naik sebesar 15,47 persen sementara indeks beli petani (Ib) hanya naik sebesar 9,70 persen.
- Pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan I tahun 2009 (angka sangatsangat sementara) meningkat sebesar 5,84 persen terhadap triwulan I tahun 2008 (angkasangat sementara).
3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Selama Maret 2008-Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,07 persen, tetapi pada Bulan Maret 2009, peranannya hanya turun sedikit menjadi 73,57 persen.
Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada Bulan Maret 2008, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 28,06 persen di perdesaan dan 38,97 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula pasir (3,10 persen di perkotaan; 4,18 persen di perdesaan), telur (3,38 persen di perkotaan; 2,43 persen di perdesaan), mie instan (3,39 persen di perkotaan; 2,82 persen di perdesaan), tempe (2,56 persen di perkotaan; 2,14 persen di perdesaan), dan tahu (2,27 persen di perkotaan; 1,65 persen di perdesaan).
Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 5,28 persen di perdesaan dan 7,38 persen di perkotaan. Biaya untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 3,07 persen, 2,72 persen dan 2,65 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen).
Pola yang serupa juga terlihat pada Bulan Maret 2009. Pengeluaran untuk beras masih memberi sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan, yaitu 25,06 persen di perkotaan dan 34,67 persen di perdesaan. Beberapa barang-barang kebutuhan pokok lainnya masih berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan, seperti gula pasir (2,83 persen di perkotaan; 3,72 di perdesaan), telur (3,61 persen di perkotaan; 2,68 di perdesaan), mie instan (3,21 persen di perkotaan; 2,70 di perdesaan), tempe (2,47 di perkotaan; 2,09 di perdesaan), dan tahu (2,24 persen di perkotaan; 1,60 persen di perdesaan).
Sumbangan komoditi bukan makanan di perdesaan lebih kecil dibanding di perkotaan. Sumbangan komoditi bukan makanan terhadap Garis Kemiskinan terbesar adalah pengeluaran untuk rumah, yaitu 7,58 persen di perkotaan dan 5,73 persen di perdesaan. Pengeluaran listrik di perkotaan memberi sumbangan lebih besar kepada Garis Kemiskinan yang mencapai 3,08 persen, sedangkan perdesaan hanya 1,81 persen. Sumbangan komoditi lain terhadap Garis Kemiskinan adalah angkutan 2,85 persen di perkotaan dan 1,34 persen di perdesaan, dan minyak tanah menyumbang sebesar 1,73 persen di perkotaan dan 0,70 persen di perdesaan.
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,77 pada keadaan Maret 2008 menjadi 2,50 pada keadaan Maret 2009. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,76 menjadi 0,68 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan Maret 2009, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,91 sementara di daerah perdesaan mencapai 3,05. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,52 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,82. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada di daerah perkotaan.
5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data
- Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
- Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki ratarata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
- Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
- Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
- Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2009 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2009. Jumlah sampel sebesar 68.000 RT dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
Sumber : www.tnp2k.org
Jumat, 26 Maret 2010
PERATURAN TERKAIT DENGAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
- PERPRES NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Download
- KEPUTUSAN MENKO KESRA NOMOR: 19/KEP/MENKO/KESRA/VII/2009 TENTANG PEDOMAN UMUM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Download
- PERPRES NOMER 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PDF) Download
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang INDEKS FISKAL DAN KEMISKINAN DAERAH DALAM RANGKA PERENCANAAN
PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN TAHUN ANGGARAN 2011 . Download
Berkat PNPM Mandiri, Angka Kemiskinan Turun 7,49 Persen
Tamzil mengakui bahwa dengan adanya kegiatan PNPM Mandiri dan dan kegiatan pendukung Pengentasan Kemiskinan lainnya yang dilaksanakan di wilayah Jawa tengah selama tahun 2008 hingga 2009, telah mampu menurunkan penduduk miskin yang ada sebesar 7,49%. Di Jawa Tengah program kemiskinan sudah diakses oleh 11.839.660 jiwa dari 300.589.724 KK Miskin yang disalurkan melalui 78.721 KSM.
“Berkat PNPM Mandiri dan program penanggulangan kemiskinan yang ada. Penduduk miskin bisa diturunkan sebesar 7,49 persen,” ungkapnya.
Selain itu, program-program tersebut juga memberikan manfaat bagi perkembangan usaha kecil masyarakat sehingga mampu menyerap angkatan kerja yang ada. Manfaat lain yang tak kalah penting adalah tumbuhnya kesadaran kritis dan partisipasi masyarakat ditandai dengan besarnya dana swadaya masyarakat, besarnya keterlibatan masyarakat dalam bentuk relawan.
“Kesadaran dan partisipasi masyarakat huga semakin meningkat terhadap program yang dijalankan, karena sesui dengan kebutuhan yang diharapkan mereka. Sehingga mereka rela untuk menyediakan dana swadaya,” tambah Tamzil.
Dampak positif bagi berkembangnya perekonomian masyarakat tersebut, terang Tamzil, semakin baik dengan dukungan pemerintah menetapkan kebijakan KUR yang sangat membantu permodalan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Realisasi KUR di Jateng sendiri dilaksanakan oleh 6 Bank Pelaksana, BNI, BRI, BTN, Bank Mandiri, Bank Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. Penerima program ini hingga Desember lalu mencapai 474.188 debitur dengan total nila sebesar Rp. 2.428.009.836.470,- .
Lebih Kanjut, Tamzil, mengungkapkan bahwa ingá 2009 semua wilayah kabupaten. Kota di Jawa Tengah telah telah merasakan program PNPM Mandiri dengan alokasi dana sebesar 2,5 triliun yang melipiti dana APBN sebesar 1,7 trilyun, dana APBD sebesar 485 M, dan swadaya masyarakat sebesar 310 M. PNPM Mandiri Perkotaan telah dijalankan di 35 Kab/Kota, 127 Kecamatan dan 2004 Desa/Kel, dengan dana sebesar 974 M rupiah. Sedangkan PNPM Mandiri Perdesan yang telah memfasilitasi 29 Kab, 403 Kec dan 6154 Desa, dengan dana sebesar 1,6 trilyun.
Untuk tahun 2010, tambahnya, telah ditetapkan aokasi Anggaran BLM PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan Prop Jateng dengan total anggaran sebesar 1,1 triliun yang dialokasikan untuk PNPM Perkotaan 512M dan PNPM Perdesaan 942M.
Di samping itu untuk pengentasan Kemiskinan terdapat kegiatan penunjang yang memperkuat pelaksanaan PNPM Mandiri di Jawa Tengah antara lain pertama, kegiatan Program Pengembangan Permukiman Berbasis Komunitas yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat hidup secara harmonis dan lingkungan hunian yang aman, sehat, tertib, selaras, produktif, berjatidiri dan berkelanjutan.
Kedua, Replikasi P2KP, lokasi ini dimulai dari thn 2007 dan 2008 menjadi lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan. Sehingga keberadaannya sampai sekarang masih berjalan dalam pengendalian pendampingan PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan.
“Selain itu ada juga Penanggulangan Kemiskinan Terpadu yaitu disingkat dengan PAKET serta Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi berbasis Masyarakat atau SANIMAS serta program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan,” ujarnya.
Di samping itu, masih ada program yang merupakan program khas Jawa tengah yaitu program Balik Ndeso Bangun Ndeso. Program ini berorientasi pada pembangunan desa yang telah dicanangkan oleh Gubernur Jateng sejak tahun 2008.
“Salah satu program yang saat ini sedang berjalan adalah menargetkan peningkatan status dari 1776 Desa berkembang menjadi Desa Mandiri,” tegasnya.
Meski diakui Tamzil, program PNPM Mandiri sangat ampuh mengurangi angka kemiskinan namun dalam pelaksanaanya juga kerap kali menghadapi kendala. Salah satunya pembiayaan sharing dari APBD masih terasa berat bagi sebagian besar Pemerintah Daerah.
Masalah lain yang juga muncul mengenai pencairan dana yang kadang-kadang tidak sesuai antara APBN dan APBD terkait dengan kesiapan dan keterkaitan termasuk juga kerangka waktu dan skema yang berbeda anatara APBN dan APBD sehingga berpengaruh terhadap kegiatan di lapangan. (*)
Sumber: www.tnp2k.org