Sabtu, 20 November 2010

Pemerintah Ngutang US$ 785 Juta untuk Biayai PNPM

Jakarta - Pemerintah telah merealisasikan pinjaman dari International Bank for Reconstrustion and Development (IBRD) untuk mendanai Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di daerah-daerah sebesar US$ 785 juta.

"Dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan dan dan perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin di pedesaan, pemerintah melakukan langkah-langkah pengintegrasian perluasan program-program penanggulangan kemiskinan yang bebasis PNPM Mandiri Pedesaan," demikian dikatakan Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Herry Purnomo yang dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan Senin (15/11/2010).

Penarikan pinjaman luar negeri tersebut tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan Negara No. PER-47/PB/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencairan Dana loan IBRD No.7867-ID (Third National Program for Community Empowerment in Rural Areas) PNPM Mandiri Pedesaan yang terbit dan berlaku efektif pada 11 November 2010.

Herry mengakui, dana yang bersumber dari pinjaman anak usaha Bank Dunia tersebut dilaksanakan melalui mekanisme APBN.

Sementara yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan tersebut atau kuasa pengguna anggaran (KPA) adalah Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri.

Adapun jumlah dana pinjaman sebesar US$ 785 juta dengan proyeksi kebutuhan selama 6 bulan.

"Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui harimonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan berkelanjutan," kata Herry.

Sumber: www.detikfinance.com

Jumat, 15 Oktober 2010

PNPM Mandiri Rangsang Warga Desa Gumiwang Swadaya Aspal Jalan

BANJARNEGARA – Salah satu tujuan program PNPM Mandiri adalah merangsang kemandirian masyarakat demi tercapainya kesejahteraan masyarakat miskin perdesaan. Salah satu strategi yang ditempuh oleh Tim Pelaksana PNPM Mandiri Kabupaten Banjarnegara adalah melalui bantuan dana untuk merangsang peran serta warga membangun desanya masing-masing.

Cara ini ternyata cukup efektif, terbukti dengan datangnya inisiatif dari warga Desa Gumiwang, Kecamatan Purwonegoro yang berswadaya mengaspal jalan desa. Besarnya swadaya warga mencapai Rp.30 juta. Selain itu, ada juga warga yang menyumbangkan tenaga, material, dan peralatan pendukung lainnya.
Ketua Tim Pelaksana PNPM Mandiri, Tulus Sugiharto mengatakan, PNPM Mandiri menggelontorkan dana sebesar Rp.191,2 juta untuk menutupi kekurangan dana pembangunan jalan sepanjang 1,2 kilometer di lingkar Pasar Gumiwang tersebut. “Dana yang dialirkan memang untuk merangsang peran serta warga. Salah satu realisasinya adalah di bidang sarana dan prasarana. Pengaspalan jalan termasuk di dalamnya,” ujarnya.
Senada dengan Tulus, Kepala Dusun Gumiwang, Bejo Sujarwo mengungkapkan bahwa warga desanya sangat antusias dengan program ini. Apalagi mereka juga menganggap bahwa pembangunan jalan tersebut penting untuk menunjang kelancaran arus ekonomi dan aktivitas masyarakat setempat.
“Program seperti ini harus dipertahankan supaya sinergi masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan, program, dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat bisa tercapai sesuai sasaran,” tegasnya. (Yoi) 

Jembatan Petir Kegawa Banjir

http://ngapak.rawins.net/2010/09/jembatan-petir-kegawa-banjir.html

Banjarnegara - Jembatan nang Dukuh Sembir, Desa Petir, Kecamatan Purwonegoro ambruk ketabrak banjir sekang kali Lebak Menak. Padahal jembatan sing mbangune dibiayani PNPM Mandiri nembe rampung 25%. Jembatan sing nyambungna Dusun Krinjing wis ngentekna duit Rp 39 juta sekang total anggaran Rp 147 juta. Buis beton alias gorong-gorong limang iji katut kegawa banyu. Material watu karo wedi ya pada ilang.

Ketua tim pengelola kegiatan (TPK) Desa Petir, Khadirin, wingi  (17/9) ngomong nek desain jembatane arep derubah men ora ambruk kenang banjir maning. Maune desaine nganggo jenis limpas banjir. Trus rencanane arep deganti dadi tipe jonggol. Desain limpas banjir nganggo gorong-gorong pancen gampang dadi penyakit. Nek mampet wujude malah persis bendungan.

Gara-gara pondasi jembatan sing ilang, penduduk sing arep liwat dadi kangelan. Jaman urung dibangun malah jerene gampang dinggo nyabrang. Siki kondisine dadi ragenah akeh logakan sing ketutup banyu. Arep ngelangi ya angel wong nyabrange nggawa montor apa mobil. Masa ngelangi karo manggul montor.

Kasubag Pengendali dan Pengawasan Kegiatan nang Bagian Pembangunan Setda Banjarnegara, Yogo Pramono wis prentah meng pengelolane kon gagian laporan masalah kerusakane. Mena kalebu force majoure, tetep bae kudu diitung. Sing penting ngitunge sing temenan ya, pak. Aja ana sing mlebungesak.

Senin, 20 September 2010

Sabtu, 28 Agustus 2010

Dana PNPM Wanayasa Macet Rp 1,2 M

BANJARNEGARA (KR) - Dana simpan-pinjam proyek PNPM Kecamatan Wanayasa diduga macet miliaran rupiah sejak tahun 2006 hingga 2010. Selain macet di tangan masyarakat, pengembalian dana tersebut sebagian sengaja tak dibukukan oleh oknum Unit Pengelola Kegiatan (UPK) kecamatan setempat. Permasalahan yang belakangan menjadi sorotan berbagai pihak, terlebih secara mendadak ketua lama UPK Wanayasa, Edwin berikut sekretaris dan bendahara mengundurkan diri secara mendadak, awal Agustus ini. Ketua UPK Wanayasa yang baru, Didik Hermawan, membenarkan terjadinya tunggakan dana PNMP. "Sejak tahun 2006 hingga sekarang sekitar Rp 1,2 miliar. Namun itu hasil pengecekan sementara dan masih bisa berubah-ubah. Fasilitator kecamatan masih terus menghitungnya," katanya kepada wartawan usai pertemuan dengan UPK lama, camat dan para Kades di Kecamatan Wanayasa, Selasa (24/8). Pertemuan membahas masalah kemacetan dana bergulir baik Usaha Ekonomi Produktif (UEP) maupun Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Didik menolak memberi keterangan lebih lanjut kepada wartawan, termasuk ketika dipertegas soal pinjaman macet Rp 1,2 miliar. "Maaf, pak camat melarang saya memberi data apa pun kepada wartawan," katanya. Penanggung-Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) PNPM Kecamatan Wanayasa Agung Antoko, mengatakan tak ada permasalahan lagi. "Sudah ada kesepakatan dari pihak keluarga Edwin untuk menyelesaikan jika ada penyelewengan yang harus dipertanggungjawabkan," kata Agung yang juga menjabat Kasi Pembangunan Masyarakat Desa (PMD) Kecamatan Wanayasa itu. (Mad)-k Kepala Desa Pegundungan Wanayasa, Punut, menyatakan desanya mendapat dana simpan-pinjam PNPM Rp 120 juta. "Para peminjam mengaku sudah mencicil. Ada warga mengaku sudah mencicil, tapi di UPK masih nol. Saya masih akan mengecek kebenarannya," ujar Punut.
Sumber: www.kr.co.id Tanggal 28/08/2010 02:36:34

Kamis, 29 Juli 2010

Atasi Masalah Kemiskinan di Banjarnegara dengan Gerdu Sosial

BANJARNEGARA – Kemiskinan sepertinya selalu muncul menjadi masalah utama pembangunan di wilayah dengan geografis yang sulit dan topografi bergunung-gunung. Di wilayah seperti ini, alam telah menjelma menjadi factor kendala utama pembangunan. Bersama dengan factor kendala utama tersebut mengikuti juga factor-faktor lain semisal SDM, Kemiskinan, Aksesibilitas,  Pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain. “Akhirnya solusi semua masalah tersebut berpulang pada masalah ketersediaan anggaran atau dana. Sementara dana yang dimiliki terbatas” kata Heri Poerwanto, SE., M. Si., Camat Pagedongan di ruang kerjanya, Kamis (29/07).
Tak jauh beda, lanjutnya, masalah seperti itu dialami juga oleh Kecamatan Pagedongan. Kemiskinan menjadi masalah yang tidak mudah untuk diselesaikan. Sekian lama dipikirkan, tetapi sekian ratus gagasan juga mengambang di awang-awang. “Penanganan masalah kemiskinan berdiri di tempat. Kita hanya mengandalkan program bantuan dari Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Waktu itu, sepertinya tak ada jalan keluar yang dapat kita upayakan sendiri” imbuhnya.
Pergulatan kegelisahan itu, kata Heri, kemudian menemukan jalannya karena suatu peristiwa kebetulan. Pemicu lahirnya Gerdu Sosial ini adalah sebuah peristiwa yang berawal dari kunjungan pihak kecamatan ke sebuah Sekolah Dasar di Duren. Pada saat kunjungan tersebut diketahui ada salah seorang murid yang sering tidak masuk sekolah. Terdorong untuk mengecek kebenaran laporan Tim langsung mencari tahu rumah murid tersebut dan alangkah terharunya mereka ketika mengetahui kondisi yang sebenarnya.
“Yang dimaksud rumah itu ukurannya kurang lebih 5 x 6 meter, dinding bamboo dan papan yang kondisinya mau roboh, lantai tanah, tanpa listrik, dan dihuni oleh 1 ibu dengan 6 orang anak. Dua diantaranya masih balita. Sementara suami Yu Surip ini pergi sekian tahun tanpa keterangan. Nelangsa mas menyaksikan warga begitu kondisinya” kata Heri.
Peristiwa itu kemudian melahirkan empati sosial yang cukup luas hingga mendorong dilakukannya gerakan pengumpulan bantuan dana spontan. Gerakan tersebut berhasil mengumpulkan cukup banyak dana yang bersumber dari para PNS dan perangkat desa di Kecamatan Pagedongan serta donatur. “Diputuskan pemberian bantuan dalam bentuk material bangunan yang dapat langsung dimanfaatkan untu______erbaiki rumah dan sebagian dana lain diperuntukan untuk membeli 2 ekor kambing” katanya.
Mekanismenya, lanjutnya, “bedah rumah” ini dilakukan bersama dengan pemerintah desa dan masyarakat sekitar. Penerima desa mengkondisikan penerima bantuan, keluarga dan masyarakat tentang bantuan yang sifatnya stimulant tersebut yang akan diperuntukan memperbaiki rumah. Diharapkan, kata Heri, pihak keluarga dan masyarakat setempat mengapresiasi upaya tersebut sehingga dengan semangat gotong royong dari dana awal tersebut dapat terwujud rumah hunian yang layak.
“Dua ekor kambing bantuan dimaksudkan untuk modal sumber penghidupan ekonomi nantinya. Jadi setelah rumah layak, mereka diberikan kesempatan juga untuk mengembangkan perekonomian produktif” katanya.
Keberhasilan gerakan sosial tersebut, imbuh Heri, kemudian mendatangkan inspirasi untuk melembagakannya. Heri kemudian mengumpulkan 9 Kepala Desa yang ada di wilayahnya untuk membahas gagasan tersebut. Akhirnya, Kecamatan Pagedongan punya cara tersendiri dalam mengatasi masalah kemiskinan yang mengepung wilayahnya. “Tak mau berpangku tangan dan menjadikan kemiskinan sebatas wacana semata, kami memilih melakukan tindakan nyata dengan mendirikan Gerakan Pembangunan Ekonomi Kemasyarakatan yang dinamakan Gerakan Peduli Sosial, disingkat Gerdu Sosial pada tanggal 07 Oktober tahun 2009 lalu” kata Heri.
Melalui lembaga non profit ini, katanya, kita mendorong tumbuhnya kepedulian sosial di setiap instansi pemerintah, kalangan swasta dan masyarakat. Dari kalangan ini kita juga menggalang dana untuk kegiatan bhakti sosial. ”Pada awal bulan, saat penerimaan gaji, semua PNS dan Perangkat Desa di Kecamatan Pandanarum wajib infaq sebagian rejekinya untuk dana Gerdu Sosial” kata Heri.
Sampai sekarang, Gerdu Sosial ini telah melakukan pemugaran terhadap rumah tidak layak huni menjadi rumah semi permanent atau permanent di desa Duren, Pesangkalan, Lebakwangi dan Gunungjati. “Di dalam waktu dekat, Gerdu Sosial akan merenovasi rumah tidak layak huni di desa dan Pagedongan, Gentansari, dan Kebutuhjurang. Sementara dua desa lainnya yaitu Kebutuhduwur dan Twelagiri menunggu giliran berikutnya” urainya.
Sementara itu menurut Agus Hasan, Kades Gunungjati, Ia merasa terbantukan sekali dengan keberadaan program ini. “Melalui program ini, Gunungjati telah dapat merenovasi 2 rumah tidak layak huni menjadi semi permanent dan memberi bantuan 4 ekor kambing” katanya.
Untuk keberlangsungan program Gerdu Sosial tersebut, setiap bulan Agus dan teman-teman perangkat lainnya dengan sukarela menyisihkan  uang Rp 5 ribu per orang. “Sedangkan dari masyarakat desa Gunungjati yang berpenduduk 2000 jiwa lebih rata-rata perbulan mampu mengumpulkan uang Rp 300 ribu” katanya.
Jumlah uang dari masyarakat tersebut, kata Agus, untuk masing-masing desa bisa bervariasi. “Besarnya infaq dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk” imbuhnya (BNC/eko)
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/07/29/atasi-masalah-kemiskinan-di-banjarnegara-dengan-gerdu-sosial/

Jumat, 09 Juli 2010

Dana PNPM Wanayasa Macet

BANJARNEGARA-Dana bergulir PNPM di 15 Desa di Kecamatan Wanayasa macet sejak 2006 lalu. Diduga nilai kemacetan mencapai ratusan juta. Selasa kemarin 15 kades tersebut dikumpulkan oleh UPK PNPM Kecamatan Wanayasa untuk membahas kemacetan dana bergulir baik Usaha Ekonomi Produktif (UEP) maupun Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Pertemuan tersebut berlangsung tertutup.
    Salah seorang kades yang ditemui seusai acara tersebut membenarkan pertemuan tersebut membahas kemacetan dana bergulir PNPM. Baik UEP maupun SPP. Kemacetan dana tersebut rata-rata sejak tahun 2006 dengan jumlah kemacetan bervariatif per desa.
    "Saya sendiri tidak tahu pasti, total nominal kemacetan tersebut. Yang saya tahu untuk desa saya sendiri sebesar Rp 120 juta yang ditanggung beberapa kelompok. Namun diperkirakan rata-rata puluhan juta per desa. Pertemuan tersebut menyepakati penyelesaian kasus ini paling lambat 14 Desember 2010," ujar Kades Penanggungan, Panut.
    Ia mengatakan kemacetan tersebut berada di kelompok. Per orang ada yang macet Rp 100 ribu, Rp 200 ribu dan ada yang hingga Rp 2 juta. Terkait persoalan batas waktu tersebut pihaknya mengaku tidak ada masalah dan optimis bisa terselesaikan.
    Namun yang ia sayangkan mekanisme kontrol dari pengelola PNPM tahun-tahun sebelumnya. Adanya tunggakan yang menumpuk ini menandakan mekanisme kontrol kurang maksimal. "Jika tenggat waktu pengembalian mesti ditepati selayaknya harus dilakukan pendekatan terus menerus ke kelompok," ujarnya.
    Ketua Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) PNPM Kecamatan Wanayasa, Didik Hermawan saat ditemui membenarkan mengenai kemacetan dana tersebut. Ia mengatakan, kemacetan ini diketahui setelah ada audit keuangan dan laporan karena ada pergantian pengurus baru UPK. Terkait total kemacetan pihaknya tidak mau menyebutkan nominalnya, meski sempat tak sadar terlontar ungkapan Rp 1,2 milyar. Namun saat ditegaskan tidak mau mengaku. "Yang jelas di 15 desa sejak tahun 2006 hingga 2009. Kita mengetahui ada kemacetan ini setelah sebulan bertugas dari hasil audit laporan dan keuangan dan kenyataan di lapangan," ujarnya.
    Menurutnya kemacetan tersebut diperkirakan karena komunikasi yang kurang baik dari pelaksana sebelumnya dengan penerima program. Sebab melihat kondisi di lapangan, banyak penerima program yang masih menganggap dana tersebut tidak harus di kembalikan. Padahal dana bergulir ini mesti dilunasi tiap tahun. "Jika tahun berikutnya mereka juga menerima program, berarti ada sesuatu yang kurang tepat disini," ujarnya.
    Meski demikian pihaknya mengaku telah menembusi semua kelompok dan melakukan pendekatan persuasif. Sebagian besar dari mereka memahami dan mau melunasi sebelum akhir tahun 2010. Selain itu juga didukung pernyataan dari semua Kades di Wanayasa untuk mengatasi persoalan ini sebelum akhir tahun ini. (tom)
Sumber: http://radarbanyumas.co.id/index.php?page=detail_ban&id=137

Jumat, 04 Juni 2010

Banjarnegara Besok Gelar Pesta Rakyat


BANJARNEGARA-“Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, saat ini Kabupaten Banjarnegara telah lepas dari status daerah tertinggal dan menjadi daerah yang maju, semoga pembangunan dapat terus ditingkatkan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir batin”. Begitulah bunyi Piagam berkepala surat Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal bertanggal 23 Mei 2010 yang ditantandatangani langsung oleh Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini serta yang akan menandai secara resmi Kabupaten Banjarnegara telah lepas dari status Daerah Tertinggal.
Menurut Kepala Bappeda melalui Sekretaris Bappeda Drs. Titho, rencananya besok Sabtu (05/06), akan digelar pesta rakyat atau syukuran sebagai simbol keberhasilan Banjarnegara lepas dari status daerah tertinggal. Pesta yang melibatkan ribuan warga ini akan diselenggarakan di alun-alun Banjarnegara . “Direncanakan usai apel, Piagam tersebut direncanakan akan diumumkan kepada rakyat banyak oleh Bupati Banjarnegara Drs. Ir. Djasri, MM, MT.” kata Titho.
Hadir pada kesempatan tersebut Muspida, Wakil Bupati, Sekda dan Kepala Dinas, Bagian, Lemtekda, Camat-camat, Lurah dan Kades, jajaran staf Pemkab, tokoh masyarakat, tukang becak, bakul pasar. Panitia berusaha mengundang semua komponen masyarakat untuk ikut bersuka cita dan memeriahkan acara ini
Kemeriahan pesta rakyat nampak pada jajaran meja-meja yang digunakan untuk pesta jajanan rakyat. Berkalang tenda di seputar joglo alun-alun dan jalan depan gerbang Rumah Dinas Bupati berjajar sajian cimplung, inthil, tiwul, sega jagung, urab, bunthil, pelas, gethuk, onde-onde, ketan, klepon, sengkulun, dan sebagainya. “Suguhan makanan rakyat tersebut dipersembahkan oleh 278 kelurahan dan desa serta SKPD yang diperuntukan bagi undangan dan masyarakat” tambahnya.
Sementara itu Bupati Banjarnegara Drs. Ir. Djasri, MM, MT menanggapi usai lepasnya Banjarnegara lepas dari Daerah Tertinggal, berharap masyarakat Banjarnegara untuk terus memacu semangatnya dalam membangun daerah sehingga membawa Banjarnegara makin sejahtera dan mandiri, lahir dan batin. Bupati tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada seluruh komponen masyarakat yang telah mau bekerja keras membangun banjarnegara sehingga kini telah terlepas dari daerah tertinggal. “Ayo terus bekerja keras, pertahankan terus laju pembangunan sehingga terwujud Banjarnegara yang mandiri, berkualitas, sejahtera, bermartabat, iman dan taqwa berdasarkan Pancasila” katanya.  (eko/BNC) Sumber : http://banyumasnews.com/2010/06/04/banjarnegara-besok-gelar-pesta-rakyat/

Senin, 24 Mei 2010

Menteri PDT:Banjarnegara Tak Lagi Berstatus Kabupaten Tertinggal

BANJARNEGARA – Banjarnegara tak lagi berstatus Kabupaten Daerah Tertinggal sejak awal tahun 2010. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Ir. A. Helmy Faisal Zein di hadapan Bupati dan Wakil Bupati beserta jajaran Pemkab Kabupaten Banjarnegara di Pendopo Dipayudha Adigraha dalam rangka kunjungan kerja Menteri ke Kabupaten Banjarnegara, Minggu (23/05). “Meskipun begitu, sampai tiga tahun ke depan, Banjarnegara masih tetap mendapat bantuan dari Kementrian Daerah Tertinggal” katanya.
Menteri berharap, perubahan status ini membawa pengaruh pada peningkatan kinerja Banjarnegara untuk terus memacu produktivitasnya. Karena produktivitas masyarakat yang tinggi akan membawa kemakmuran suatu wilayah.
Menteri mencontohkan Negara Singapura dengan luas yang lebih kecil dari luas Kabupaten Banjarnegara dan tanpa kekayaan sumber daya alam, tapi mereka mempunyai produktivitas tinggi. Warga Singapura dikenal suka bekerja keras, disiplin dan cerdik dalam berusaha sehingga berhasil membawa Singapura setara dengan Negara maju.
“Menurut hemat saya, kekayaan alam kita yang melimpah, sebenarnya merupakan modal yang luar biasa untuk mensejajarkan diri dengan Negara maju” katanya.
Walau begitu, Helmy mengakui bahwa penanganan masalah kemiskinan ini tidaklah mudah, terutama masalah kesenjangan. Pemerintah selama ini telah berupaya mengurangi disparitas tersebut tetapi masih belum berhasil.
Keseriusan pemerintah tersebut terlihat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) I maupun II (2010–2014). “Dalam kedua RJPMN tersebut Pemerintah memfokuskan kepada dua hal, yaitu Pembangungan berkeadilan dan Pembangunan yang merata bagi masyarakat secara luas” urainya.
Oleh karena itu, imbuh Helmy, dalam penyelengga raan Pemerintahannya SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI) menargetkan tiga hal, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat hingga tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 7% di tahun 2014. Yaitu akhir tahun dari pencapaian RPJMN II.
Target pencapian upaya ini, katanya, menunjukan hasil menggembirakan merujuk pada data pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Tingkat pertumbuhan ekonomi di awal tahun 2009 sebesar 4,3% meningkat menjadi 5,3% di tahun 2010. Di tahun 2011 targetnya 6%. “Maka kita optimis target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% dapat tercapai di tahun 2014” ujarnya.
Perhatian kedua SBY yaitu masih terdapat 32,5 juta orang miskin atau 14% penduduk Indonesia. Ini menjadi perhatian Kementrian PDT. “Ketiga adalah menekan angka pengangguran yang mencapai 8,9 juta orang” katanya.
Melihat pada focus pencapaian dan besar permasalahan, kata Faisal, Kementrian PDT berupaya melakukan langkah strategis dengan membentuk cluster-cluster. Pertama cluster bantuan terkoordinasi. Bagian ini, lanjutnya, menangani bantuan-bantuan yang sifatnya charity. “Contohnya seperti program keluarga harapan, penyaluran raskin, jamkesmas, dan subsidi-subsidi lain” urainya.
Cluster kedua adalah pembangunan kerangka dasar infrastruktur. Bagian ini membidangi masalah jalan, listrik, air bersih, pendidikan, dan seterusnya. Sedangkan cluster ketiga adalah bantuan yang memperkuat masyakat. “Contoh pelaksanaan program PNPM Mandiri Pedesaan dan penyaluran Kredit Untuk Rakyat (KUR) untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat” katanya.
Berkaitan mengapa pemerintah melakukan pembangunan dengan model bedah desa adalah karena adanya kekhawatiran timbulnya berbagai permasalahan di perkotaan akibat sulitnya mencari penghidupan di desa dan orang-orang desa terdorong untuk mencari penghidupan di kota. Kekhawatiran ini beralasan karena perbandingan okupasi desa dengan kota makin tahun juga mengalami perubahan significant. Tahun 80-an, urai Helmy, 20% penduduk tingal di kota. Prosentase ini meningkat di tahun 90-an menjadi 30%. “Di tahun 2009 perbandingan ini menjadi 42% tinggal di kota dan 58% tinggal di desa. Hampir seimbang” katanya (BNC/eko).
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/05/24/menteri-pdtbanjarnegara-tak-lagi-berstatus-kabupaten-tertinggal/

Koordinasi Menjadi Kunci Keberhasilan Program Pengentasan Kemiskinan

BANJARNEGARA – Eksekutif dan legislative sepakat bahwa koordinasi yang baik antar sektor menjadi penentu keberhasilan program pengentasan kemiskinan. Karena lemahnya koordinasi menyebabkan penanganan program pengentasan kemiskinan berjalan partial dan tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, baik Bupati Banjarnegara Drs. Ir. Djasri, MM, MT melalui Sekda Syamsudin, S. Pd., M.Pd maupun Ketua DPRD Wahyu Kristianto, SE melalui Wakil Ketua Saeful Muzad setuju bahwa perlunya komitmen yang kuat dari eksekutif maupun legilatif terhadap keberhasilan program penanganan kemiskinan yang diwujudkan dalam pelaksanaan program maupun dukungan anggaran.
Hal tersebut mengemuka dalam Semiloka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Pedesaan (PNPM-MP) Bagi Anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara yang diselenggarakan di Saung Mansur,kemarin. Menurut Syamsudin, dalam proses pembangunan pro poor ini harus berorientasi kepada penguatan kelembagaan. Karena melalu jalur kelembagaan masyarakat ini proses partisipasi masyarakat dalam pembangunan terwadahi. “Salah satunya adalah melalui penguatan peran lembaga Musrenbang dalam perencanaan pembangunan” katanya.
Wakil Ketua DPRD Saeful Muzad juga menyetujui perlunya penguatan peran lembaga musrenbang ini sebagai wadah perencanaan pembangunan. Ia juga mengharapkan para anggota DPRD untuk menghadiri kegiatan musrenbang karena berkaitan dengan peran DPRD dalam penetapan anggaran pembangunan. “Selain itu, di lembaga tersebut anggota DPRD dapat menyampaikan juga hasil penjaringan aspirasi dari wilayah yang diwakilinya” imbuhnya.
Di lain pihak, menurut Suparjo, Kades Beji, Pandanarum, musrenbang sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat sebenarnya sudah berjalan sebagaimana mestinya. Hanya saja dalam realisasi kegiatan seringkali ada perubahan-perubahan sehingga menyebabkan masyarakat merasa pesimis atau melihat ada jalur lain yang lebih kuat dalam menyalurkan aspirasinya. “Oleh karena itu, menurut saya, penting ditekankan adalah komitmen semua pihak untuk mentaati hasil-hasil musrenbang. Bila itu yang terjadi, maka penguatan kelembagaan akan tercapai” ujarnya.
Sementara itu, menurut Kepala Kantor Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD), Drs. Suroso, maksud dari penyelenggaraan semiloka ini adalah untuk meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi atau lintas sektor dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan penguatan anggaran yang berpihak kepada masyarakat miskin. Sedangkan tujuannya adalah untuk memperkuat komitmen DPRD dan SKPD dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. “Harapannya adalah disepakatinya strategi pelembagaan sistem pembangunan partisipatif” katanya. 
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/05/24/koordinasi-menjadi-kunci-keberhasilan-program-pengentasan-kemiskinan/

Senin, 03 Mei 2010

Banjarnegara Deklarasikan Diri sebagai Kabupaten Vokasi

BANJARNEGARA – “…Mudah-mudahan deklarasi ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banjarnegara.”. Demikian bunyi penutup naskah deklarasi Kabupaten Banjarnegara sebagai Kabupaten Vokasi yang secara simbolis dinyatakan oleh Bupati Banjarnegara, Drs. Ir. Djasri, MM, MT, Sabtu (1/05) di depan ratusan hadirin di aula SMK I Punggelan. Usai deklarasi naskah tersebut ditandatangani oleh Bupati.
“Setelah deklarasi Kabupaten Vokasi ini, kita semua punya tanggung jawab moril, karena kabupaten vokasi ini sasarannya adalah pengentasan pengangguran dan menurunkan angka kemiskinan” ungkap Djasri.
Ia mengingatkan bahwa selama ini lulusan Sekolah Kejuruan di Banjarnegara dilaporkan telah mendapat apresiasi yang baik di dunia kerja, termasuk oleh Perusahaan-perusahaan berskala Nasional dan internasional yang selalu bekerja sama dengan Bursa Kerja antar Sekolah di Banjarnegara dalam mencari tenaga kerja. Menurut mereka, lanjutnya, pekerja-pekerja terampil asal Banjarnegara merupakan pekerja keras, jujur dan loyal. “Dengan pencanangan Kabupaten Vokasi ini, Saya berharap upaya ini makin terfokus, terus berlanjut dan semakin meningkat” katanya.
Djasri menambahkan untuk menunjang pengelolaan kabupaten vokasi ini tidak akan lepas dari biaya. Pembiayaan itu seperti resiko yang harus hadir ketika upaya peningkatan mutu sekolah ditingkatkan, salah satunya melalui kelengkapan sarana prasarana belajar mengajar.  Jer basuki mawa bea. ”Daerah siap untuk program ini. Bantuan dari Propinsi dan Pusat sangat diharapkan untuk pengembangannya” katanya.
Meski sudah ada pencanangan kabupaten vokasi, lanjut Djasri, tidak berarti SMA/MA dilupakan. “Semua diperhatikan sesuai proporsinya masing-masing. Karena masing-masing mempunyai sasaran sendiri-sendiri” imbuhnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Olah Raga (Dindikpora) Drs. Winarso Wiwit Sulistyo, MM pencanganan sebagai kabupaten vokasi tersebut didasari bahwa dari target nasional rasio siswa SMK dengan Sekolah Umum sebesar 60% : 40% untuk tahun 2010 dan untuk rata-rata rasio Propinsi Jawa Tengah sebesar 58%: 42%, kabupaten Banjarnegara telah melampaui standar tersebut. “Rasio siswa SMK dengan Sekolah Umum di Kabupaten Banjarnegara adalah sebesar 63% : 37%” urainya.
Dengan gambaran rasio yang menggembirakan di tahun 2010 ini, Ia optimis pada tahun 2013 nanti capaian rasio nasional 70% : 30% akan terlampuai. Wiwit berharap usai deklarasi ini akan ada kemudahan-kemudahan dan bantuan yang akan diberikan propinsi. Apalagi program ini merupakan sukses program Gubernur Jawa Tengah H. Bibit Waluyo yang ingin menjadikan Propinsi Jawa tengah sebagai Propinsi vokasi yang telah dicanangkan pada tahun 2008.
“Deklarasi kabupaten vokasi yang telah dicanangkan oleh Bupati, menjadikan Kabupaten Banjarnegara sebagai kabupaten vokasi ke 6 di Jawa Tengah setelah Solo, Magelang, Pekalongan, Pemalang dan Purbalingga” katanya.
Deklarasi sebagai kabupaten Vokasi ini merupakan rangkaian dari kegiatan Peringatan Hardiknas yang dipusatkan di lapangan Pasar Manis Punggelan. Diselenggarakan juga pameran SMK-SMK, jalan santai berhadiah sepeda motor pada tanggal 8 Mei mendatang, dan sepeda santai.
Sebagai acara tambahan upacara diserahkan piala dan piagam bagi pemenang POPDA dan Pekan Seni tingkat kabupaten serta bea siswa dari Bumiputera bagi 174 siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi se Kabupaten Banjarnegara. “Besar beasiswa bervariasi. Jumlah total bea siswa yang disalurkan sebesar Rp 268 juta” kata Suwito, Kepala Cabang Bumiputera. (BNC/eko)
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/05/03/banjarnegara-deklarasikan-diri-sebagai-kabupaten-vokasi/

Selasa, 20 April 2010

Konsepsi BKAD dalam PNPM Mandiri Perdesaan



PNPM MANDIRI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN



Pnpm Mandiri Perdesaan

Download Gratis : Buku Panduan Penyelenggaraan Musrenbang Desa

Musrenbang Desa

Apa sih Musrenbang Desa? Bagaimana menyelenggarakan dan memandu rangkaian kegiatan Musrenbang di tingkat desa secara lebih partisipatif untuk menghasilkan daftar usulan permasalahan atau kegiatan pembangunan daerah di tingkat desa, dan menghasilkan Rencana Kerja Pembangunan Desa.? 
Daripada bingung, atau sekedar menyegarkan lagi ilmu kita, tak salah kalau membaca buku ini. Anda tidak perlu membelinya, cukup download link a secara gratis. Tis. Formatnya Pdf.




Ini link downloadnya :
1. Musrenbang Desa (Kata Pengantar + Daftar Isi)



Senin, 19 April 2010

Refleksi Upaya Pencapaian MDGs 2010

 
Untuk melihat video ini, silahkan klik disini

Sabtu, 10 April 2010

PTO PNPM Mandiri Perdesaan 2010

Yang belum mempunyai PTO PNPM Mandiri Perdesaan tahun 2010, silahkan download dengan mengklik link berikut (formatnya pdf):

Jumat, 09 April 2010

PNPM Mandiri 2009 Baru Terserap Rp 149 Miliar


Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) Luncuran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) tahun anggaran 2009 sejumlah 339 miliar rupiah baru terserap 149,4 miliar rupiah alias 44 persen saja.

Padahal sisa waktu yang tersedia untuk penyerapan DIPA luncuran tinggal 28 hari. DIPA luncuran merupakan dokumen anggaran yang belum terserap selama tahun anggaran 2008 untuk dilaksanakan ditahun ini. Penyerapan DIPA luncuran dilaksanakan bulan Pebruari sampai dengan April 2009.

“Kami melalui Tim Pengendali PNPM Mandiri akan memantau secara intensif untuk memastikan DIPA Luncuran dapat dilaksanakan secara maksimal,” kata Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, Sujana Royat, di Jakarta. Menurut Sujana, untuk mempercepat penyerapan DIPA luncuran Kementerian Kesra telah mengirim surat kepada kementerian/lembaga terkait untuk mempercepat pembentukan Satker dan mobilisasi fasilitator untuk program-program PNPM Mandiri.

DIPA luncuran tersebut berbentuk dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dialokasikan untuk PNPM Perdesaan sebesar 124,70 miliar rupiah, PNPM Perkotaan 24,31 miliar rupiah, dan PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus 190 miliar rupiah. Untuk PNPM Perdesaan hingga 20 Maret 2009 yang baru terserap mencapai 102.399 miliar rupiah atau 82.12 persen.

PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus hingga 25 Maret 2009 anggaran yang terserap sebesar 47 miliar rupiah atau 24.74 persen. Sedangkan PNPM Perkotaan hingga saat ini masih belum terserap sama sekali. Menurut Sujana, lambatnya penyerapan tersebut disebabkan dikarenakan pembentukan satuan kerja (Satker) yang terlambat, khususnya untuk PNPM Perdesaan dan PNPM Perkotaan.

Akan tetapi, lanjut Sujana, untuk PNPM Perdesaan masalah tersebut saat ini sudah diselesaikan. Untuk PNPM Perkotaan masih ada kendala karena Satker yang ditetapkan baru 150 dari 187 Satker yang dibutuhkan. Sedangkan 150 Satker yang sudah ditetapkan masih menunggu petunjuk pelaksana DIPA luncuran dari Dirjen Cipta Karya.

Untuk PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus, menurut Sujana, pada awalnya mengalami keterlambatan pada 3 provinsi yaitu Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara yang wilayahnya sulit dijangkau karena memiliki banyak pulau.

Keterlambatan tersebut, umumnya disebabkan oleh faktor cuaca dan gelombang laut yang tinggi sehingga menghambat mobilitas para konsultan/fasilitator. Oleh karena cuaca saat ini sudah mulai bersahabat para konsultann/fasilitator sudah memulai pelaksanaan DIPA luncuran sejak 2 minggu lalu.

Sumber : www.kabarindonesia.com

Sabtu, 27 Maret 2010

Peta Banjarnegara

Millenium Development Goals (MDGs): Menuju Indonesia 2015


Millenium Development Goals (MDGs): Menuju Indonesia 2015
Kategori : Buku
Lokasi : Perpustakaan AMPL
Pengarang :
Tahun Terbit : 2007
Penerbit : Jakarta, Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan bekerjasama dengan Plan Indonesia, 2007, 17 hal
Klasifikasi : 307.14 KEL m
Kata Kunci : booklet, MDGs-tujuan
Abstrak :

MDGs merupakan target kuantitatif dan terjadual dalam upaya penanggulangan kemiskinan global serta dimensi kemiskinan lainnya seperti; kelaparan, penyakit, penyediaan infrastruktur dasar (perumahan dan permukiman) serta mempromosikan persamaan gender, pendidikan, dan lingkungan berkelanjutan. MDGs juga merupakan upaya pemenuhan hak asasi manusia seperti yang tercantum dalamDeklarasi Millenium PBB. Media ini ditujukan kepada para pengambil keputusan untuk memahami isu-isu apa yang sedang berkembang sekaligus memahamkan bahwa tujuan MDGs merupakan kerangka praktis namun berbobot untuk mengukur pembangunan yang diupayakan di tiap daerah. Selain itu, juga kalangan intelektual/akademisi serta masyarakat umum yang ingin memahami isu-isu MDGs.

Daftar Isi:

Apa Itu Millenium Development Goals (MDGs)
Tujuan Satu. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrim
Tujuan Dua. Mewujudkan Pendidikan Dasar untuk Semua
Tujuan Tiga. Mendorong Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan
Tujuan Empat. Menurunkan Angka Kematian Anak
Tujuan Lima. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Tujuan Enam. Memerangi HIV dan AIDS, Malaria serta Penyakit Lainnya
Tujuan Tujuh. Memastikan Kelestarian Hidup
Tujuan Delapan. Mengembangkan Kemitraan Global untuk Pembangunan Langkah untuk Mencapai Referensi

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DAN MDGs DI INDONESIA


-->
Mencapai pendidikan dasar untuk semua merupakan tujuan kedua dari MDGs. Tujuan ini memiliki target untuk menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar (primary schooling). Penilaian terhadap pencapaian tujuan kedua dari MDGs didasarkan atas empat indikator yaitu, angka partisipasi sekolah (APS), angka melek huruf, rata-rata lama studi dan rasio murid laki-laki dan perempuan. Pencapaian Indonesia dalam APS telah mencapai hasil yang baik, yaitu diatas 90%. Begitu juga dengan pencapaian angka melek huruf telah mampu mencapai angka diatas 90%. Akan tetapi jika dilihat dari angka rata-rata lamanya studi, maka tercapainya tujuan MDGs yang kedua ini agaknya masih perlu perjuangan yang panjang. Tulisan ini berisi empat bagian utama. Bagian pertama mengemukakan pentingnya program MDGs terutama yang berkaitan dengan pendidikan sebagai hak dasar setiap warga negara. Bagian kedua memaparkan beberapa program Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pendidikan dasar untuk semua. Bagian ketiga adalah kajian tentang pencapaian program pendidikan di Indonesia. Bagian terakhir dari tulisan ini berupa kesimpulan dan rekomendasi.

Selengkapnya, download disini

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

  • Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
  • Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang.
  • Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.
  • Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2009, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57 persen.
  • Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.
  • Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.


1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia, 1996-2008

Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2008 berfluktuasi dari tahun ke tahun (Tabel 1, Gambar 1, dan Gambar 2). Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999.

Persentase penduduk miskin meningkat dari 17,47 persen menjadi 23,43 persen pada periode yang sama.
Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 19,14 persen pada tahun 2000 menjadi 15,97 persen pada tahun 2005.

Namun pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin yang cukup drastis, yaitu dari 35,10 juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75 persen) pada bulan Maret 2006. Penduduk miskin di daerah perdesaan bertambah 2,11 juta, sementara di daerah perkotaan bertambah 2,09 juta orang.

Peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Februari 2005-Maret 2006 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok selama periode tersebut naik tinggi, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 17,95 persen. Akibatnya penduduk yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada disekitar garis kemiskinan banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin.

Terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin yang cukup signifikan pada periode Maret 2007-Maret 2008, dari 37,17 juta (16,58 persen) pada tahun 2007 menjadi 34,96 juta (15,42 persen) pada tahun 2008.

Tabel 1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah, 1996-2008
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Indonesia Menurut Daerah  Tahun 1996-2008


Persentase Kemiskinan di Perkotaan dan Perdesaan Menurut Tahun

Gambar 2

2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.

Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang (Tabel 2).

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada periode Maret 2008 – Maret 2009, perubahan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar 0,93 persen, dan di perdesaan mencapai 0,58 persen.

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-Maret 2009 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:

  1. Selama periode Maret 2008-Maret 2009 inflasi umum relatif stabil (Maret 2008 terhadap Maret 2009 sebesar 7,92 persen)
  2. Rata-rata harga beras nasional (yang merupakan komoditi paling penting bagi penduduk miskin) selama periode Maret 2008-Maret 2009 pertumbuhannya lebih rendah (7,80 persen) dari laju inflasi.
  3. Rata-rata upah riil harian buruh tani (70 persen penduduk miskin perdesaan bekerja di sektor pertanian) naik 13,22 persen dan rata-rata upah riil buruh bangunan harian naik sebesar 10,61 persen selama periode Maret 2008-Maret 2009.
  4. Selama Subround I (Januari-April) 2009 terjadi panen raya. Produksi padi Subround I 2009 mencapai 29,49 juta ton GKG (hasil Angka Ramalan II 2009), naik sekitar 4,87 persen dari produksi padi Subround I 2008 yang sebesar 28,12 juta ton GKG.
  5. Pada umumnya penduduk miskin bekerja di subsektor pertanian tanaman pangan dan perikanan (nelayan). NTP di kedua subsektor tersebut selama periode April 2008-Maret 2009 mengalami kenaikan yaitu naik sebesar 0,88 persen untuk subsektor tanaman pangan dan naik sebesar 5,27 persen untuk subsektor perikanan (nelayan). Di subsektor tanaman pangan indeks harga jual petani (It) naik sebesar 10,95 persen, sementara indeks harga beli petani (Ib) naik 9,98 persen. Di subsektor perikanan indeks jual petani (It) naik sebesar 15,47 persen sementara indeks beli petani (Ib) hanya naik sebesar 9,70 persen.
  6. Pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga triwulan I tahun 2009 (angka sangat­sangat sementara) meningkat sebesar 5,84 persen terhadap triwulan I tahun 2008 (angkasangat sementara).

Tabel 2

3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2008-Maret 2009

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
Selama Maret 2008-Maret 2009, Garis Kemiskinan naik sebesar 9,65 persen, yaitu dari Rp182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp200.262,- per kapita per bulan pada Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 74,07 persen, tetapi pada Bulan Maret 2009, peranannya hanya turun sedikit menjadi 73,57 persen.

Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada Bulan Maret 2008, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan sebesar 28,06 persen di perdesaan dan 38,97 persen di perkotaan. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah gula pasir (3,10 persen di perkotaan; 4,18 persen di perdesaan), telur (3,38 persen di perkotaan; 2,43 persen di perdesaan), mie instan (3,39 persen di perkotaan; 2,82 persen di perdesaan), tempe (2,56 persen di perkotaan; 2,14 persen di perdesaan), dan tahu (2,27 persen di perkotaan; 1,65 persen di perdesaan).

Untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan yaitu 5,28 persen di perdesaan dan 7,38 persen di perkotaan. Biaya untuk listrik, angkutan dan minyak tanah mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk daerah perkotaan, yaitu masing-masing sebesar 3,07 persen, 2,72 persen dan 2,65 persen, sementara untuk daerah perdesaan pengaruhnya relatif kecil (kurang dari 2 persen).

Pola yang serupa juga terlihat pada Bulan Maret 2009. Pengeluaran untuk beras masih memberi sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan, yaitu 25,06 persen di perkotaan dan 34,67 persen di perdesaan. Beberapa barang-barang kebutuhan pokok lainnya masih berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan, seperti gula pasir (2,83 persen di perkotaan; 3,72 di perdesaan), telur (3,61 persen di perkotaan; 2,68 di perdesaan), mie instan (3,21 persen di perkotaan; 2,70 di perdesaan), tempe (2,47 di perkotaan; 2,09 di perdesaan), dan tahu (2,24 persen di perkotaan; 1,60 persen di perdesaan).

Sumbangan komoditi bukan makanan di perdesaan lebih kecil dibanding di perkotaan. Sumbangan komoditi bukan makanan terhadap Garis Kemiskinan terbesar adalah pengeluaran untuk rumah, yaitu 7,58 persen di perkotaan dan 5,73 persen di perdesaan. Pengeluaran listrik di perkotaan memberi sumbangan lebih besar kepada Garis Kemiskinan yang mencapai 3,08 persen, sedangkan perdesaan hanya 1,81 persen. Sumbangan komoditi lain terhadap Garis Kemiskinan adalah angkutan 2,85 persen di perkotaan dan 1,34 persen di perdesaan, dan minyak tanah menyumbang sebesar 1,73 persen di perkotaan dan 0,70 persen di perdesaan.

4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,77 pada keadaan Maret 2008 menjadi 2,50 pada keadaan Maret 2009. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,76 menjadi 0,68 pada periode yang sama (Tabel 3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.


Tabel 3


Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah perdesaan jauh lebih tinggi dari pada perkotaan. Pada bulan Maret 2009, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk perkotaan hanya 1,91 sementara di daerah perdesaan mencapai 3,05. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan hanya 0,52 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,82. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah dari pada di daerah perkotaan.

5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

  1. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
  2. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata­rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
  3. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
  4. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
  5. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan tahun 2009 adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Modul Konsumsi bulan Maret 2009. Jumlah sampel sebesar 68.000 RT dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.


Tabel 4

Sumber : www.tnp2k.org

Jumat, 26 Maret 2010

PERATURAN TERKAIT DENGAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN

  1. PERPRES NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Download
  2. KEPUTUSAN MENKO KESRA NOMOR: 19/KEP/MENKO/KESRA/VII/2009 TENTANG PEDOMAN UMUM KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN Download
  3. PERPRES NOMER 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN (PDF) Download
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang INDEKS FISKAL DAN KEMISKINAN DAERAH DALAM RANGKA PERENCANAAN
    PENDANAAN URUSAN BERSAMA PUSAT DAN DAERAH UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN TAHUN ANGGARAN 2011 . Download
Sumber : www.tnp2k.org

Berkat PNPM Mandiri, Angka Kemiskinan Turun 7,49 Persen

PNPM Mandiri secara nyata berdampak positip bagi perkembangan ekonomi masyarakat. Kegiatan PNPM Mandiri dan kegiatan pendukung Pengentasan Kemiskinan yang dijalankan di Jawa Tengah telah berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 7,49%.
Hal tersebut diungkapan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Jawa Tengah, Ir. H. Muhammad Tamzil, MT saat memberikan laporan dalam acara kunjungan Wakil Presiden Boediono ke lokasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kecamatan Tlogosari Kulon, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/2).

Tamzil mengakui bahwa dengan adanya kegiatan PNPM Mandiri dan dan kegiatan pendukung Pengentasan Kemiskinan lainnya yang dilaksanakan di wilayah Jawa tengah selama tahun 2008 hingga 2009, telah mampu menurunkan penduduk miskin yang ada sebesar 7,49%. Di Jawa Tengah program kemiskinan sudah diakses oleh 11.839.660 jiwa dari 300.589.724 KK Miskin yang disalurkan melalui 78.721 KSM.

“Berkat PNPM Mandiri dan program penanggulangan kemiskinan yang ada. Penduduk miskin bisa diturunkan sebesar 7,49 persen,” ungkapnya.

Selain itu, program-program tersebut juga memberikan manfaat bagi perkembangan usaha kecil masyarakat sehingga mampu menyerap angkatan kerja yang ada. Manfaat lain yang tak kalah penting adalah tumbuhnya kesadaran kritis dan partisipasi masyarakat ditandai dengan besarnya dana swadaya masyarakat, besarnya keterlibatan masyarakat dalam bentuk relawan.

“Kesadaran dan partisipasi masyarakat huga semakin meningkat terhadap program yang dijalankan, karena sesui dengan kebutuhan yang diharapkan mereka. Sehingga mereka rela untuk menyediakan dana swadaya,” tambah Tamzil.

Dampak positif bagi berkembangnya perekonomian masyarakat tersebut, terang Tamzil, semakin baik dengan dukungan pemerintah menetapkan kebijakan KUR yang sangat membantu permodalan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Realisasi KUR di Jateng sendiri dilaksanakan oleh 6 Bank Pelaksana, BNI, BRI, BTN, Bank Mandiri, Bank Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. Penerima program ini hingga Desember lalu mencapai 474.188 debitur dengan total nila sebesar Rp. 2.428.009.836.470,- .

Lebih Kanjut, Tamzil, mengungkapkan bahwa ingá 2009 semua wilayah kabupaten. Kota di Jawa Tengah telah telah merasakan program PNPM Mandiri dengan alokasi dana sebesar 2,5 triliun yang melipiti dana APBN sebesar 1,7 trilyun, dana APBD sebesar 485 M, dan swadaya masyarakat sebesar 310 M. PNPM Mandiri Perkotaan telah dijalankan di 35 Kab/Kota, 127 Kecamatan dan 2004 Desa/Kel, dengan dana sebesar 974 M rupiah. Sedangkan PNPM Mandiri Perdesan yang telah memfasilitasi 29 Kab, 403 Kec dan 6154 Desa, dengan dana sebesar 1,6 trilyun.

Untuk tahun 2010, tambahnya, telah ditetapkan aokasi Anggaran BLM PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan Prop Jateng dengan total anggaran sebesar 1,1 triliun yang dialokasikan untuk PNPM Perkotaan 512M dan PNPM Perdesaan 942M.

Di samping itu untuk pengentasan Kemiskinan terdapat kegiatan penunjang yang memperkuat pelaksanaan PNPM Mandiri di Jawa Tengah antara lain pertama, kegiatan Program Pengembangan Permukiman Berbasis Komunitas yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat hidup secara harmonis dan lingkungan hunian yang aman, sehat, tertib, selaras, produktif, berjatidiri dan berkelanjutan.

Kedua, Replikasi P2KP, lokasi ini dimulai dari thn 2007 dan 2008 menjadi lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan. Sehingga keberadaannya sampai sekarang masih berjalan dalam pengendalian pendampingan PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan.

“Selain itu ada juga Penanggulangan Kemiskinan Terpadu yaitu disingkat dengan PAKET serta Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi berbasis Masyarakat atau SANIMAS serta program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan,” ujarnya.

Di samping itu, masih ada program yang merupakan program khas Jawa tengah yaitu program Balik Ndeso Bangun Ndeso. Program ini berorientasi pada pembangunan desa yang telah dicanangkan oleh Gubernur Jateng sejak tahun 2008.

“Salah satu program yang saat ini sedang berjalan adalah menargetkan peningkatan status dari 1776 Desa berkembang menjadi Desa Mandiri,” tegasnya.

Meski diakui Tamzil, program PNPM Mandiri sangat ampuh mengurangi angka kemiskinan namun dalam pelaksanaanya juga kerap kali menghadapi kendala. Salah satunya pembiayaan sharing dari APBD masih terasa berat bagi sebagian besar Pemerintah Daerah.

Masalah lain yang juga muncul mengenai pencairan dana yang kadang-kadang tidak sesuai antara APBN dan APBD terkait dengan kesiapan dan keterkaitan termasuk juga kerangka waktu dan skema yang berbeda anatara APBN dan APBD sehingga berpengaruh terhadap kegiatan di lapangan. (*)

Sumber: www.tnp2k.org