BANJARNEGARA-Dana bergulir PNPM di 15 Desa di Kecamatan
Wanayasa macet sejak 2006 lalu. Diduga nilai kemacetan mencapai ratusan
juta. Selasa kemarin 15 kades tersebut dikumpulkan oleh UPK PNPM
Kecamatan Wanayasa untuk membahas kemacetan dana bergulir baik Usaha
Ekonomi Produktif (UEP) maupun Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Pertemuan
tersebut berlangsung tertutup.
Salah seorang kades yang ditemui seusai acara tersebut membenarkan pertemuan tersebut membahas kemacetan dana bergulir PNPM. Baik UEP maupun SPP. Kemacetan dana tersebut rata-rata sejak tahun 2006 dengan jumlah kemacetan bervariatif per desa.
"Saya sendiri tidak tahu pasti, total nominal kemacetan tersebut. Yang saya tahu untuk desa saya sendiri sebesar Rp 120 juta yang ditanggung beberapa kelompok. Namun diperkirakan rata-rata puluhan juta per desa. Pertemuan tersebut menyepakati penyelesaian kasus ini paling lambat 14 Desember 2010," ujar Kades Penanggungan, Panut.
Ia mengatakan kemacetan tersebut berada di kelompok. Per orang ada yang macet Rp 100 ribu, Rp 200 ribu dan ada yang hingga Rp 2 juta. Terkait persoalan batas waktu tersebut pihaknya mengaku tidak ada masalah dan optimis bisa terselesaikan.
Namun yang ia sayangkan mekanisme kontrol dari pengelola PNPM tahun-tahun sebelumnya. Adanya tunggakan yang menumpuk ini menandakan mekanisme kontrol kurang maksimal. "Jika tenggat waktu pengembalian mesti ditepati selayaknya harus dilakukan pendekatan terus menerus ke kelompok," ujarnya.
Ketua Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) PNPM Kecamatan Wanayasa, Didik Hermawan saat ditemui membenarkan mengenai kemacetan dana tersebut. Ia mengatakan, kemacetan ini diketahui setelah ada audit keuangan dan laporan karena ada pergantian pengurus baru UPK. Terkait total kemacetan pihaknya tidak mau menyebutkan nominalnya, meski sempat tak sadar terlontar ungkapan Rp 1,2 milyar. Namun saat ditegaskan tidak mau mengaku. "Yang jelas di 15 desa sejak tahun 2006 hingga 2009. Kita mengetahui ada kemacetan ini setelah sebulan bertugas dari hasil audit laporan dan keuangan dan kenyataan di lapangan," ujarnya.
Menurutnya kemacetan tersebut diperkirakan karena komunikasi yang kurang baik dari pelaksana sebelumnya dengan penerima program. Sebab melihat kondisi di lapangan, banyak penerima program yang masih menganggap dana tersebut tidak harus di kembalikan. Padahal dana bergulir ini mesti dilunasi tiap tahun. "Jika tahun berikutnya mereka juga menerima program, berarti ada sesuatu yang kurang tepat disini," ujarnya.
Meski demikian pihaknya mengaku telah menembusi semua kelompok dan melakukan pendekatan persuasif. Sebagian besar dari mereka memahami dan mau melunasi sebelum akhir tahun 2010. Selain itu juga didukung pernyataan dari semua Kades di Wanayasa untuk mengatasi persoalan ini sebelum akhir tahun ini. (tom)
Salah seorang kades yang ditemui seusai acara tersebut membenarkan pertemuan tersebut membahas kemacetan dana bergulir PNPM. Baik UEP maupun SPP. Kemacetan dana tersebut rata-rata sejak tahun 2006 dengan jumlah kemacetan bervariatif per desa.
"Saya sendiri tidak tahu pasti, total nominal kemacetan tersebut. Yang saya tahu untuk desa saya sendiri sebesar Rp 120 juta yang ditanggung beberapa kelompok. Namun diperkirakan rata-rata puluhan juta per desa. Pertemuan tersebut menyepakati penyelesaian kasus ini paling lambat 14 Desember 2010," ujar Kades Penanggungan, Panut.
Ia mengatakan kemacetan tersebut berada di kelompok. Per orang ada yang macet Rp 100 ribu, Rp 200 ribu dan ada yang hingga Rp 2 juta. Terkait persoalan batas waktu tersebut pihaknya mengaku tidak ada masalah dan optimis bisa terselesaikan.
Namun yang ia sayangkan mekanisme kontrol dari pengelola PNPM tahun-tahun sebelumnya. Adanya tunggakan yang menumpuk ini menandakan mekanisme kontrol kurang maksimal. "Jika tenggat waktu pengembalian mesti ditepati selayaknya harus dilakukan pendekatan terus menerus ke kelompok," ujarnya.
Ketua Unit Pelaksana Kegiatan (UPK) PNPM Kecamatan Wanayasa, Didik Hermawan saat ditemui membenarkan mengenai kemacetan dana tersebut. Ia mengatakan, kemacetan ini diketahui setelah ada audit keuangan dan laporan karena ada pergantian pengurus baru UPK. Terkait total kemacetan pihaknya tidak mau menyebutkan nominalnya, meski sempat tak sadar terlontar ungkapan Rp 1,2 milyar. Namun saat ditegaskan tidak mau mengaku. "Yang jelas di 15 desa sejak tahun 2006 hingga 2009. Kita mengetahui ada kemacetan ini setelah sebulan bertugas dari hasil audit laporan dan keuangan dan kenyataan di lapangan," ujarnya.
Menurutnya kemacetan tersebut diperkirakan karena komunikasi yang kurang baik dari pelaksana sebelumnya dengan penerima program. Sebab melihat kondisi di lapangan, banyak penerima program yang masih menganggap dana tersebut tidak harus di kembalikan. Padahal dana bergulir ini mesti dilunasi tiap tahun. "Jika tahun berikutnya mereka juga menerima program, berarti ada sesuatu yang kurang tepat disini," ujarnya.
Meski demikian pihaknya mengaku telah menembusi semua kelompok dan melakukan pendekatan persuasif. Sebagian besar dari mereka memahami dan mau melunasi sebelum akhir tahun 2010. Selain itu juga didukung pernyataan dari semua Kades di Wanayasa untuk mengatasi persoalan ini sebelum akhir tahun ini. (tom)
Sumber: http://radarbanyumas.co.id/index.php?page=detail_ban&id=137
0 komentar :
Posting Komentar