Kamis, 29 Juli 2010

Atasi Masalah Kemiskinan di Banjarnegara dengan Gerdu Sosial

BANJARNEGARA – Kemiskinan sepertinya selalu muncul menjadi masalah utama pembangunan di wilayah dengan geografis yang sulit dan topografi bergunung-gunung. Di wilayah seperti ini, alam telah menjelma menjadi factor kendala utama pembangunan. Bersama dengan factor kendala utama tersebut mengikuti juga factor-faktor lain semisal SDM, Kemiskinan, Aksesibilitas,  Pertumbuhan ekonomi, dan lain-lain. “Akhirnya solusi semua masalah tersebut berpulang pada masalah ketersediaan anggaran atau dana. Sementara dana yang dimiliki terbatas” kata Heri Poerwanto, SE., M. Si., Camat Pagedongan di ruang kerjanya, Kamis (29/07).
Tak jauh beda, lanjutnya, masalah seperti itu dialami juga oleh Kecamatan Pagedongan. Kemiskinan menjadi masalah yang tidak mudah untuk diselesaikan. Sekian lama dipikirkan, tetapi sekian ratus gagasan juga mengambang di awang-awang. “Penanganan masalah kemiskinan berdiri di tempat. Kita hanya mengandalkan program bantuan dari Kabupaten, Propinsi dan Pusat. Waktu itu, sepertinya tak ada jalan keluar yang dapat kita upayakan sendiri” imbuhnya.
Pergulatan kegelisahan itu, kata Heri, kemudian menemukan jalannya karena suatu peristiwa kebetulan. Pemicu lahirnya Gerdu Sosial ini adalah sebuah peristiwa yang berawal dari kunjungan pihak kecamatan ke sebuah Sekolah Dasar di Duren. Pada saat kunjungan tersebut diketahui ada salah seorang murid yang sering tidak masuk sekolah. Terdorong untuk mengecek kebenaran laporan Tim langsung mencari tahu rumah murid tersebut dan alangkah terharunya mereka ketika mengetahui kondisi yang sebenarnya.
“Yang dimaksud rumah itu ukurannya kurang lebih 5 x 6 meter, dinding bamboo dan papan yang kondisinya mau roboh, lantai tanah, tanpa listrik, dan dihuni oleh 1 ibu dengan 6 orang anak. Dua diantaranya masih balita. Sementara suami Yu Surip ini pergi sekian tahun tanpa keterangan. Nelangsa mas menyaksikan warga begitu kondisinya” kata Heri.
Peristiwa itu kemudian melahirkan empati sosial yang cukup luas hingga mendorong dilakukannya gerakan pengumpulan bantuan dana spontan. Gerakan tersebut berhasil mengumpulkan cukup banyak dana yang bersumber dari para PNS dan perangkat desa di Kecamatan Pagedongan serta donatur. “Diputuskan pemberian bantuan dalam bentuk material bangunan yang dapat langsung dimanfaatkan untu______erbaiki rumah dan sebagian dana lain diperuntukan untuk membeli 2 ekor kambing” katanya.
Mekanismenya, lanjutnya, “bedah rumah” ini dilakukan bersama dengan pemerintah desa dan masyarakat sekitar. Penerima desa mengkondisikan penerima bantuan, keluarga dan masyarakat tentang bantuan yang sifatnya stimulant tersebut yang akan diperuntukan memperbaiki rumah. Diharapkan, kata Heri, pihak keluarga dan masyarakat setempat mengapresiasi upaya tersebut sehingga dengan semangat gotong royong dari dana awal tersebut dapat terwujud rumah hunian yang layak.
“Dua ekor kambing bantuan dimaksudkan untuk modal sumber penghidupan ekonomi nantinya. Jadi setelah rumah layak, mereka diberikan kesempatan juga untuk mengembangkan perekonomian produktif” katanya.
Keberhasilan gerakan sosial tersebut, imbuh Heri, kemudian mendatangkan inspirasi untuk melembagakannya. Heri kemudian mengumpulkan 9 Kepala Desa yang ada di wilayahnya untuk membahas gagasan tersebut. Akhirnya, Kecamatan Pagedongan punya cara tersendiri dalam mengatasi masalah kemiskinan yang mengepung wilayahnya. “Tak mau berpangku tangan dan menjadikan kemiskinan sebatas wacana semata, kami memilih melakukan tindakan nyata dengan mendirikan Gerakan Pembangunan Ekonomi Kemasyarakatan yang dinamakan Gerakan Peduli Sosial, disingkat Gerdu Sosial pada tanggal 07 Oktober tahun 2009 lalu” kata Heri.
Melalui lembaga non profit ini, katanya, kita mendorong tumbuhnya kepedulian sosial di setiap instansi pemerintah, kalangan swasta dan masyarakat. Dari kalangan ini kita juga menggalang dana untuk kegiatan bhakti sosial. ”Pada awal bulan, saat penerimaan gaji, semua PNS dan Perangkat Desa di Kecamatan Pandanarum wajib infaq sebagian rejekinya untuk dana Gerdu Sosial” kata Heri.
Sampai sekarang, Gerdu Sosial ini telah melakukan pemugaran terhadap rumah tidak layak huni menjadi rumah semi permanent atau permanent di desa Duren, Pesangkalan, Lebakwangi dan Gunungjati. “Di dalam waktu dekat, Gerdu Sosial akan merenovasi rumah tidak layak huni di desa dan Pagedongan, Gentansari, dan Kebutuhjurang. Sementara dua desa lainnya yaitu Kebutuhduwur dan Twelagiri menunggu giliran berikutnya” urainya.
Sementara itu menurut Agus Hasan, Kades Gunungjati, Ia merasa terbantukan sekali dengan keberadaan program ini. “Melalui program ini, Gunungjati telah dapat merenovasi 2 rumah tidak layak huni menjadi semi permanent dan memberi bantuan 4 ekor kambing” katanya.
Untuk keberlangsungan program Gerdu Sosial tersebut, setiap bulan Agus dan teman-teman perangkat lainnya dengan sukarela menyisihkan  uang Rp 5 ribu per orang. “Sedangkan dari masyarakat desa Gunungjati yang berpenduduk 2000 jiwa lebih rata-rata perbulan mampu mengumpulkan uang Rp 300 ribu” katanya.
Jumlah uang dari masyarakat tersebut, kata Agus, untuk masing-masing desa bisa bervariasi. “Besarnya infaq dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk” imbuhnya (BNC/eko)
Sumber: http://banyumasnews.com/2010/07/29/atasi-masalah-kemiskinan-di-banjarnegara-dengan-gerdu-sosial/

0 komentar :

Posting Komentar